88929 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA Indonesia Stock Exchange Building, Tower II/12-13th Fl. Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 Dicetak Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Pembangunan Indonesia 2014 merupakan produk staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pandangan dari Dewan Direksi Eksekutif Bank Dunia atau pemerintah yang mereka wakili. . Bank Dunia tidak menjamin akurasi data di dalam laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi lainnya yang terlihat pada peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian dari pihak Bank Dunia terhadap status hukum suatu wilayah atau pengesahan dari penerimaan atas batasan tersebut. Foto sampul dan bab merupakan: Hak milik @ World Bank. Foto pada Bab 1 dan 4 diambil oleh Jufferdy; Bab 2 oleh Tim Pendidikan; Bab 3 oleh Aldian; Bab 5,7 dan 8 oleh Josh Estey; Bab 6 oleh Takiko ; dan Bab 9 oleh Tim Disater Risk Management. Semua hak milik dilindungi. Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Poverty Reduction and Economic Management Department (DVW $VLD DQG 3DFLÀF 5HJLRQ Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Daftar Isi Daftar Isi Kata Pengantar v Ucapan Terima Kasih vi Ringkasan Eksekutif 1 Berbagai peluang dan tantangan telah menanti Indonesia dalam dekade yang akan datang 2 Strategi apa yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan yang kuat dan inklusif di Indonesia? 5 Prioritas kebijakan apakah yang dapat mendukung pertumbuhan yang berdasarkan produktivitas? 8 Prioritas kebijakan apakah yang dapat menjamin lebih meratanya kesejahteraan? 16 Tantangan dalam Implementasi: Apa yang Dapat Dilakukan? 21 Bab I. Transformasi Ekonomi Indonesia Pasca-1997/98 32 1. Perubahan Arah Penentuan Kebijakan Makro Pasca-1997/98 33 Warisan krisis tahun 1997/98 34 Menangani imbas krisis 35 Kebijakan baik di masa sulit: tanggapan kebijakan terhadap krisis keuangan global 35 2. Dampak Transformasi Lnjakan Komoditas 36 /RQMDNDQ NRPRGLWDV NHMXWDQ SRVLWLI \DQJ VLJQLÀNDQ GDQ WDN WHUGXJD  Dampak pada nilai tukar perdagangan dan kekayaan korporat di Indonesia 37 Kontribusi bagi pemulihan investasi Indonesia 39 Kontribusi bagi pertumbuhan PDB nominal dan pendapatan rumah tangga Indonesia 39 Tanggapan sisi penawaran dan transformasi struktural 41 3. Ketergantungan Berlebih terhadap Ekspor Komoditas Mendorong Kerentanan 46 Perubahan dalam komposisi dan tujuan ekspor 46 Peningkatan kerentanan terhadap perubahan pada pasar komoditas 47 4. Lonjakan Komoditas juga Mempertajam Isu-isu Lingkungan 47 Bab II. Dampak Sosial Transformasi Ekonomi 50 1. Kemiskinan 51 Tren dalam kemiskinan-pendapatan 51 Pentingnya peran penciptaan pekerjaan yang didorong oleh pertumbuhan bagi pengentasan kemiskinan 51 2. Kerentanan 53 Kerentanan untuk terjatuh kembali ke dalam kemiskinan masih tetap tinggi 53 Rumah tangga rentan menghadapi risiko tingginya harga pangan 54 Rumah tangga rentan berisiko tinggi terhadap guncangan kesehatan 55 Terdapat perbedaan gender dalam kerentanan 56 Pasar tenaga kerja adalah sumber utama kerentanan 57 3. Ketimpangan pendapatan dan kesempatan 60 Ketimpangan pendapatan telah meningkat selama dekade lalu 60 Ketimpangan kesempatan memburuk 62 ii Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Daftar Isi Indonesia: Menghindari Perangkap Peran lonjakan komoditas dalam peningkatan ketimpangan pendapatan 63 $SDNDK NHELMDNDQ ÀVNDO PHPEDQWX PHPSHUEDLNL SHQLQJNDWDQ NHWLPSDQJDQ" 64 4. Akses ke Layanan Dasar 65 Pendidikan 65 Kesehatan 67 Air dan Sanitasi 69 Listrik 70 Bab III. Jalan Menuju Kesejahteraan Bersama 74 1. Berbagai Kesempatan dan Risiko Utama 74 Kesempatan utama 74 Risiko perlambatan pertumbuhan 76 Risiko pertumbuhan yang tidak cukup inklusif 77 2. Strategi Pertumbuhan 80 3. Prioritas Bidang Reformasi 82 4. Menjawab Tantangan Implementasi Lintas Sektor 85 Pusat Pemerintahan yang lebih kuat 86 Perampingan prosedur dan struktur birokrasi 86 Pengelolaan strategis sumber daya manusia 87 Mewujudkan hasil melalui belanja publik 88 Mengkaji ulang fokus pemerintah daerah agar bertanggung jawab atas peningkatan penyediaan layanan 88 Bab IV. Menutup Kesenjangan Besar di Bidang Infrastruktur 91 1. Investasi Infrastruktur yang Rendah dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi 93 Rasio total investasi Indonesia telah pulih dalam beberapa tahun terakhir 93 Namun investasi infrastruktur (sebagai bagian dari PDB) jauh tertinggal… 94 …yang menimbulkan biaya lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi… 96 …dan rendahnya investasi terjadi hampir di semua sub-sektor infrastruktur utama 97 2. Tidak hanya masalah dana 102 Rumitnya masalah pembebasan tanah 102 Masalah koordinasi 103 Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) 104 3. Pilihan-pillihan kebijakan 104 Menggerakkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur 104 Koordinasi/keterlibatan dengan ASEAN 106 Bab V. Menutup Kesenjangan Keterampilan pada Angkatan Kerja 107 1. Rapor Indonesia sejauh ini 108 Angkatan kerja lebih terdidik 108 …namun banyak lulusan masuk ke pasar tenaga kerja tanpa keterampilan yang tepat 110 Kelangkaan keterampilan terkait pada kualitas dan relevansi pendidikan 115 iii Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Daftar Isi 2. Pilihan kebijakan 118 Fokus pada kualitas dan keterampilan, tidak hanya pada perluasan 118 Meningkatkan relevansi pengisi pasar tenaga kerja: pendidikan kejuruan dan tinggi 119 Meningkatkan keterampilan angkatan kerja yang ada 120 Bab VI. Peningkatan Fungsi Pasar 123 1. Meningkatkan fungsi pasar produk 124 Masalah utama terkait pasar produk/iklim investasi 124 Pilihan kebijakan 127 2. Menurunkan kekakuan dan ketidakpastian pasar tenaga kerja 128 Masalah utama pasar tenaga kerja 128 Pilihan kebijakan 131 3. Memperdalam pasar keuangan 132 Masalah utama pasar keuangan 132 Pilihan kebijakan 133 4. Pasar lahan 134 Bab VII. Meningkatkan Akses ke Layanan Berkualitas untuk Semua 138 1. Konteks kemiskinan dan kelembagaan 139 Tren-tren dalam kemiskinan perdesaan dan perkotaan 139 Perubahan dalam konteks kelembagaan: desentralisasi 140 2. Akses ke layanan berkualitas tinggi di daerah perkotaan 141 3. Akses ke perbaikan layanan utama di daerah perdesaan 142 4. Pilihan kebijakan untuk meningkatkan akses layanan bagi seluruh masyarakat 145 Peningkatan sumber daya bagi layanan gugus depan & penurunan bagi pegawai & administrasi 145 Memberikan pilihan pendanaan alternatif bagi pemerintah daerah 147 Meningkatkan kualitas belanja 147 .ODULÀNDVL PLVL IRNXV XODQJ ELURNUDVL DJDU DNXQWDEHO WHUKDGDS KDVLO  Memperkuat program yang diprakarsai oleh masyarakat serta akuntabilitas sisi permintaan 149 Bab VIII. Memperkuat Perlindungan Sosial 154 1. Membangun Kerangka Jaminan Sosial yang Efektif dan Berkelanjutan 154 2. Memperkuat jaring pengaman Indonesia yang baru bagi kaum miskin 158 Jaring pengaman memiliki dampak langsung dalam mengurangi kemiskinan ekstrim 158 Dibutuhkan reformasi lebih lanjut untuk memperkuat jaring pengaman 159 3. Pelihara Pengawasan Nasional untuk Menjamin bahwa Bantuan Sosial Terkoordinasi dan Terintegrasi dengan Baik 161 Bab IX. Mengelola risiko-risiko bencana, membangun ketahanan 164  8UEDQLVDVL GDQ SURÀO ULVLNR EHQFDQD GDQ ELD\D  2. Urbanisasi dan kerentanan terhadap Ancaman Baru 168 3. Pilihan kebijakan 170 Daftar Pustaka 171 iv Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Kata Pengantar Indonesia: Menghindari Perangkap Kata Pengantar Bank Dunia melakukan, secara berkala dan di berbagai negara berkembang, kajian berdasarkan bukti tentang tantangan pembangunan dan berbagai pilihan solusi kebijakan untuk mengatasi isu- isu tersebut. Salah satu analisis ini bertajuk Kajian tentang Kebijakan Pembangunan. Bank Dunia telah menyelesaikan sebuah Kajian tentang Kebijakan Pembangunan untuk ,QGRQHVLD SDGD WDKXQ  /DSRUDQ LWX PHQJLGHQWLÀNDVL UHIRUPDVL OHPEDJD GDQ SURVHV \DQJ mengatur fungsi negara sebagai suatu hal penting dalam merealisasikan potensi pembangunan negara. Laporan itu memberikan landasan analisis bagi Strategi Kemitraan Negara yang diterapkan oleh Bank Dunia untuk periode 2009-2014 dan membantu membentuk dukungan Bank Dunia terhadap RPJMN Pemerintah 2010-2014. Sementara agenda reformasi kelembagaan masih belum tertuntaskan, laporan ini menyatakan bahwa Indonesia berpotensi untuk bangkit serta menjadi lebih sejahtera dan adil-merata dalam dua dekade berikutnya. Tesis utamanya adalah bahwa dengan pelaksanaan beberapa reformasi \DQJ DPDW SHQWLQJ GDODP HQDP ELGDQJ SULRULWDV WHULGHQWLÀNDVL ,QGRQHVLD GDSDW PHQDLNL WDQJJD pendapatan dan bergabung dengan peringkat ekonomi berpenghasilan tinggi dalam jangka dua dekade, secara inklusif. Pada saat yang sama, tanpa adanya reformasi penting, Indonesia akan mengambang di tengah, seperti yang terjadi pada Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, dan negara- negara berpenghasilan menengah lainnya dari awal 1980-an sampai pertengahan 2000-an. Arah ekonomi Indonesia akan tergantung, hingga batas kritis tertentu, di tangan pemerintah Indonesia. Kesulitan utama terletak pada pelaksanaan reformasi dalam kerangka kelembagaan dan desentralisasi yang rumit. Namun, Indonesia, tidak bisa tidak, harus berusaha keras. Beban yang akan ditanggung bila berpuas diri - dan imbalan bila tindakan benar diambil - terlalu tinggi. Laporan itu dipaparkan berdasarkan konsultasi/diskusi dengan para pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk pejabat pemerintah, pemimpin sektor swasta, organisasi non-pemerintah, akademisi, dan serikat buruh. Diharapkan bahwa para pemangku kepentingan, serta pembaca yang lain, akan mendapatkan manfaat dari laporan ini. Rodrigo A. Chaves Sudhir Shetty Country Director, Indonesia PREM Sector Director v Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ucapan Terima Kasih Ucapan Terima Kasih Laporan ini disusun oleh tim yang para anggotanya berasal dari bagian-bagian yang berbeda pada Kantor Bank Dunia Jakarta. Tim itu dipimpin oleh Ndiame Diop (Pemimpin Tim) dan terdiri dari Fitria Fitrani, Yue Man Lee, Arvind Nair, Matthew Grant Wai-Poi, Alex Sienaert, Ashley Taylor dan Maria Monica Wihardja (PREM), Carlos Pinerua dan Connor P. Spreng (FPD), Iwan Gunawan, Taimur Samad, dan Renata Simatupang (SD), Samer Al-Samarrai, Pedro Cerdan- Infantes, Darren W. Dorkin dan Mitchell Wiener (HD) dan Dini Sari Djalal (EXT). Masukan- masukan dan komentar-komentar bermanfaat disumbangkan oleh: Vivi Alatas, Cut Dian Agustina, Mark Eugene Ahern, Hans Antlov, Brendan M. Coates, Fook Chuan Eng, Ahya Ihsan, Amri Ilmma, Blane D. Lewis, Mattia Makovec, Bernard Myers, Dhanie Nugroho, Gregorius D.V. Pattinasarany, Anh Nguyet Pham, Sjamsu Rahardja, Cristobal Ridao-Cano, Henry Sandee, Della Y.A. Temenggung, Violeta Vilovic, dan Robert Wrobel. Tim mengucapkan terima kasih kepada Arsianti dan Peter Milner atas bantuannya dalam menyunting dan merancang tampilan laporan ini. Pekerjaan ini dilakukan di bawah bimbingan Jim Brumby, Rodrigo Chaves, dan Sudhir Shetty. Tim berterima kasih atas tinjauan sejawat dari Indermit S. Gill, Vikram Nehru, dan Raden Pardede, yang memberikan komentar dan saran yang membantu. Tim juga berterima kasih atas komentar dan dukungan dari Josephine M. Bassinette, Shubham Chaudhuri, Bert Hofman, Stefan G. Koeberle, dan William Wallace. Laporan ini diperkaya oleh rangkaian diskusi dengan sejumlah besar ekonom dan narasumber utama di Indonesia. Para penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak M. Chatib Basri (Menteri Keuangan), Bapak Mahendra Siregar (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal), Ibu Armida S. Alisjahbana (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas), Bapak Lukita Dinarsyah Tuwo (Wakil Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional), Bapak Mohamad Ikhsan (Profesor, Universitas Indonesia) dan Bapak Thee Kian Wie (alm) (Peneliti Senior, LIPI) atas saran-saran penelitian yang berguna pada tahap konsep penelitian. Tim juga menerima saran-saran berharga terkait temuan-temuan awal dari Bapak Wijayanto Samirin (Paramadina), perwakilan sektor swasta (Apindo dan Kadin), serta berbagai anggota masyarakat sipil dan komunitas pakar Indonesia. vi Ringkasan Eksekutif Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Dalam dua dekade ke depan Indonesia bersiap untuk meningkatkan kesejahteraan, menghindari diri dari perangkap zona negara berpenghasilan menengah, dan bertekad untuk tak meninggalkan siapapun dalam upayanya mengejar negara-negara berpenghasilan tinggi. Semua ini adalah cita- cita yang ambisius. Untuk mencapainya, dibutuhkan pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja yang tinggi dan berkelanjutan, serta peningkatan pemerataan. Pertanyaannya, dapatkah Indonesia PHQFDSDLQ\D" /DSRUDQ LQL PHPDSDUNDQ EDKZD ,QGRQHVLD PHPLOLNL SRWHQVL XQWXN EDQJNLW VHUWD meraih kesejahteraan dan pemerataan. Namun demikian, risiko “mengambang di tengah” memang nyata. Pilihan jalur yang akan diambil dalam pembangunan perekonomian bergantung kepada: (i) pemilihan strategi pertumbuhan yang dapat menyalurkan potensi produktivitas ekonomi; dan (ii) penerapan kebijakan yang konsisten sebagai buah reformasi struktural di beberapa sektor prioritas guna mendorong pertumbuhan dan mendistribusikan kesejahteraan secara lebih luas. Indonesia sebenarnya cukup beruntung karena memiliki pilihan dalam SHPELD\DDQ UHIRUPDVL WHUVHEXW WDQSD KDUXV PHQJJDQJJX SURVSHN ÀVNDO MDQJND SDQMDQJQ\D Kesulitannya terletak dalam pelaksanaan reformasi, khususnya dalam memasuki kerangka kerja institusi yang rumit dan terdesentralisasi. Namun Indonesia harus berupaya sekeras-kerasnya. Harga yang harus dibayar bila berpuas diri terlalu dini – dan imbalan bila tindakan benar diambil – terlalu tinggi untuk diabaikan. Berbagai peluang dan tantangan telah menanti Indonesia dalam dekade yang akan datang Dalam dekade mendatang, ada empat hal utama, dalam dan luar negeri, yang dapat dijadikan tumpuan harapan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Keempat hal ini ditengarai dapat—dengan dukungan rangkaian kebijakan yang baik, menjadi faktor pendorong pertumbuhan yang kuat, atau bisa disebut sebagai “faktor penarik”— membentuk masa depan SHUHNRQRPLDQ )DNWRUIDNWRU LWX DGDODK NRQGLVL GHPRJUDÀV SHUNHPEDQJDQ XUEDQLVDVL KDUJD komoditas, dan perkembangan di Tiongkok. ‡ .RQGLVL GHPRJUDÀV Indonesia beruntung memiliki tenaga kerja yang melimpah. Antara tahun 2013 dan 2020, penduduk dengan usia kerja akan meningkat sebesar 14,8 juta jiwa, mencapai 189 juta dari 174 juta saat ini. Saat ini, 50 persen penduduk berusia kurang dari 30 tahun. Tenaga muda yang semakin berpendidikan dan memahami teknologi informasi ini merupakan aset yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan penerapan kebijakan-kebijakan pemanfaatan tenaga NHUMD \DQJ WHSDW ,QGRQHVLD VLDS PHPHWLN PDQIDDW GDUL ERQXV GHPRJUDÀ \DQJ GLPLOLNLQ\D sebelum populasi yang ada mulai memasuki usia tua pada tahun 2025-30. ‡ Urbanisasi. Laju pertumbuhan urbanisasi yang mencapai 4 persen per tahun menjadikan Indonesia salah satu negara yang mengalami urbanisasi tercepat di dunia. Pada tahun 2025, 68 persen dari seluruh penduduk Indonesia diperkirakan akan hidup di daerah perkotaan, dibandingkan dengan 52 persen pada tahun 2012. Dengan meningkatnya pendapatan dan daerah-daerah metropolitan besar seperti Jakarta dan Surabaya yang semakin jenuh, 2 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap maka permintaan akan barang-barang konsumsi, tempat perbelanjaan, dan perumahan DNDQ PHQLQJNDW VHFDUD VLJQLÀNDQ GL NRWDNRWD \DQJ OHELK NHFLO 0HQJKXEXQJNDQ NRWDNRWD itu dengan para penghuninya ke daerah-daerah perdesaan, daerah-daerah metropolitan, dan ekonomi global menjadi sangat penting dalam menarik perusahaan-perusahaan dan mencapai kesejahteraan bersama. Bukti empiris menunjukkan bahwa urbanisasi mendukung pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan di Indonesia hanya bila disertai dengan kehadiran infrastruktur yang memadai (Lewis, 2014). ‡ Harga komoditas global. Perlemahan harga-harga komoditas global sejak tahun 2011 membawa tantangan-tantangan jangka pendek bagi Indonesia, seperti terlihat dari dampaknya terhadap neraca perdagangan Indonesia, namun demikian perlemahan ini menawarkan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan keragaman investasi di Indonesia. Selama dekade terakhir ini, tingginya harga-harga komoditas mendorong insentif investasi yang lebih besar bagi sektor sumber daya alam dan sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable) (misalnya sektor perumahan) dibanding investasi di sektor manufaktur dan sektor-sektor yang dapat diperdagangkan. Sejak tahun 2005, komoditas telah menyusul manufaktur dan menjadi ekspor terbesar Indonesia (65 persen dari seluruh ekspor). Ke GHSDQQ\D PHOHPDKQ\D KDUJDKDUJD NRPRGLWDV DNDQ PHQLQJNDWNDQ SURÀWDELOLWDV UHODWLI dan daya tarik dari manufaktur dan dapat membantu Indonesia mengembangkan basis industrinya. Penurunan harga komoditas selama dua tahun terakhir membawa dampak depresiasi pada kurs tukar efektif riil, yang mendorong investasi manufaktur, ekspor, dan daya saing. Dengan melakukan reformasi yang mampu mengurangi kendala yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan manufaktur (lihat di bawah), maka melemahnya harga-harga komoditas dapat berbuah menjadi sebuah keberkahan yang terselubung. ‡ Perkembangan di Tiongkok. Meningkatnya situasi pengupahan yang begitu cepat terjadi di Tiongkok juga memberikan kesempatan kedua bagi Indonesia untuk kembali meraih keunggulan komparatif pada sektor-sektor ekspor padat karya. Upah nominal di Tiongkok saat ini telah meningkat hampir sebesar 15 persen secara rata-rata sejak tahun 2001, diiringi dengan perlambatan pertumbuhan produktivitas pada sektor-sektor berketerampilan rendah pada beberapa tahun terakhir, telah mengakibatkan peningkatan biaya tenaga kerja hampir sebesar 70 persen di Tiongkok sejak tahun 2005, (Economist Intelligence Unit, 2012). Sementara itu, apresiasi Yuan yang terus berlangsung, dengan peningkatan kurs tukar riil efektif sebesar 30 persen sejak tahun 2005, telah mengikis daya saing Tiongkok dalam memproduksi barang-barang manufaktur. Tekanan-tekanan ini, disertai dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dikenal sebagai penyeimbangan pertumbuhan ekonomi (re-balancing) di Tiongkok, tampaknya akan mampu mendorong para investor untuk memperluas pertimbangannya dalam berinvestasi lebih jauh hingga melintasi daerah- daerah pesisir Tiongkok. Pada saat yang sama, dinamika tersebut memberikan peluang bagi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, untuk menarik lebih banyak investasi ke industri-industri manufaktur mereka. Namun, sementara faktor-faktor yang berpotensi menguntungkan tersebut tak akan membuahkan hasil tanpa disertai dengan reformasi, Indonesia tetap menghadapi dua risiko: risiko perlambatan pada pertumbuhan jangka panjang dan risiko pertumbuhan yang tidak cukup inklusif. 3 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif ‡ Risiko perlambatan pertumbuhan. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa perlambatan pertumbuhan dapat terjadi pada tingkat pendapatan berapa pun (Bulman dkk., 2012). Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa kejadian ini lebih banyak dialami oleh negara-negara berpenghasilan menengah (IMF, 2013). Sebagai contoh, Brasil tumbuh secara pesat pada tahun 1960an dan 1970an. Lalu sejak tahun 1981, ketika PDB per kapitanya mencapai 3.939 dolar AS (sedikit di atas PDB per kapita Indonesia saat ini), Brasil mulai mencatat perlambatan pertumbuhan relatif yang berkepanjangan, hingga tahun 2004.1 Pengalaman serupa juga terjadi di Meksiko, yang mencatat perlambatan pertumbuhan berkepanjangan selama lebih dari 20 tahun setelah tahun 1981 ketika PDB per kapitanya berjumlah 6.965 dolar AS. Afrika Selatan pun mencatat tren serupa. Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak dapat berpangku tangan dan hanya berdiam menikmati kinerja pertumbuhannya yang kuat. Apalagi bila mengingat bahwa sebagian pertumbuhan ini sebenarnya didorong oleh faktor eksternal yang sangat mendukung: ledakan komoditas pada periode tahun 2003-11 yang terjadi bersamaan dengan rendahnya suku bunga global sejak tahun 2009 yang mendukung pendapatan bagi dunia usaha, pendapatan yang diterima rumah tangga dan penerimaan pemerintah, yang selanjutnya mendorong peningkatan permintaan dalam negeri yang cukup tajam.2 Namun, harga-harga komoditas mencatat perlemahan yang VLJQLÀNDQ VHMDN WDKXQ  'HQJDQ QRUPDOLVDVL SHUWXPEXKDQ $6 NHELMDNDQ VWLPXOXV %DQN Sentral AS, quantitative easing—yang mendorong rendahnya suku bunga dunia—tengah dikurangi secara bertahap, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan beban pendanaan di dalam negeri. Tanpa adanya reformasi-reformasi struktural, risiko perlambatan pertumbuhan bagi Indonesia sangatlah nyata. Gambar ES1: Brasil, Meksiko, dan Afrika Selatan mencatat perlambatan yang relatif panjang Sumber: Bank Dunia, Indikator Pembangunan Dunia (World Development Indicator). ‡ Risiko pertumbuhan yang tidak cukup inklusif. Meskipun Indonesia mampu menghindari perlambatan pertumbuhan yang berkepanjangan, pertumbuhan mungkin tidak inklusif, yaitu manfaat dan kesempatan yang tersedia tidak terdistribusi secara merata pada seluruh penduduk. Dari tahun 1999 hingga 2012, tingkat kemiskinan telah berkurang separuhnya: dari 24 persen menjadi 12 persen. Namun pada tahun 2012, sekitar 65 juta 1 Brasil adalah negara yang kaya akan komoditas seperti Indonesia, yang memetik banyak keuntungan dari ledakan komoditas pada tahun 2004-11. Faktor eksternal yang menguntungkan ini menjelaskan sebagian pemulihan pertumbuhan yang kuat di Brasil pada periode tersebut.  /HELK VSHVLÀN SHQLQJNDWDQ ODQJVXQJ GDODP QLODL DVHWDVHW VXPEHU GD\D PLQ\DN VDZLW NDUHW EDWXEDUD JDV GOO  GDQ QLODL DVHWDVHW ODLQ \DQJ GLEHOL GDUL NHND\DDQ DWDX SHQGDSDWDQ NRPRGLWDV SHUXPDKDQ WDQDK GDQ VHNXULWDV  VHFDUD VLJQLÀNDQ PHQGRURQJ NRQVXPVL dan investasi untuk aset-aset tersebut dan menghasilkan efek multiplier di dalam ekonomi. 4 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap jiwa masih hidup di antara garis kemiskinan nasional dan tingkat 50 persen di atas garis itu. Bersama-sama dengan penduduk miskin, kelompok tersebut masih sangat rentan terhadap peningkatan harga bahan pangan, permasalahan kesehatan yang tak terduga, dan bencana alam. Kerentanan ini terus bercokol antara lain karena rumah tangga yang paling miskin hanya mencatat peningkatan pendapatan riil yang jauh lebih sedikit dibanding dengan peningkatan pendapatan riil yang terjadi pada rumah tangga yang lebih beruntung. Selama periode tahun 2003-10, pertumbuhan riil konsumsi per kapita bagi 40 persen kelompok rumah tangga paling miskin hanya 1,3 persen per tahun, dibanding 3,5 persen bagi 40 persen kelompok rumah tangga berikutnya, dan 5,9 persen bagi 20 persen bagi kelompok rumah tangga di paling atas (Gambar ES.2). Selain itu, ketimpangan konsumsi di Indonesia juga semakin dijelaskan melalui perbedaan dalam akses kepada kesempatan. Pada tahun 2002, 27 persen ketimpangan konsumsi seorang anak diakibatkan oleh perbedaan gender, status pekerjaan, dan gender kepala rumah tangga, pendidikan orangtua, serta daerah dan tempat lahirnya. Pada tahun 2012, angka ketimpangan ini telah mencapai 37 persen. Ke depannya, pertumbuhan yang merata harus benar-benar diusahakan dan tidak bisa dibiarkan tanpa ada upaya sedikitpun. Gambar ES.2: Kelompok rumah tangga yang lebih miskin mencatat pertumbuhan konsumsi riil yang lebih rendah dibanding rata-rata seluruh kelompok rumah tangga selama tahun 2003-10 Catatan: Growth Incidence Curve (GIC) menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi tahunan antara dua periode untuk setiap persentil dalam distribusi. Dengan demikian, GIC menunjukkan bagaimana rata-rata pertumbuhan konsumsi didistribusikan lintas seluruh distribusi rumah tangga. Lihat laporan Bank Dunia (yang akan datang) tentang Inequality of Income and Consumption in Indonesia. Sumber: Susenas dan perhitungan Bank Dunia. Strategi apa yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan yang kuat dan inklusif di Indonesia? Berbagai peluang dan risiko telah dibahas di atas, begitu juga dengan keinginan kuat Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata, selanjutnya strategi pertumbuhan terbaik manakah yang harus diterapkan oleh Indonesia ke depan? Secara sederhana, suatu negara dapat meningkatkan pendapatan per kapitanya (ukuran kesejahteraan) dengan menggabungkan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan peningkatan jumlah penduduk bekerjanya.3 Karena jumlah pekerja meningkat sangat lambat seiring waktu, bukti- bukti di berbagai negara menunjukkan bahwa 92 persen dari perbedaan dalam PDB per kapita di GDP GDP Workers GDP 3 Penguraian PDB per kapitanya adalah sebagai berikut: Population = Workers * Population . Workers adalah agregat produktivitas tenaga kerja dan Workers Population adalah proporsi dari jumlah populasi yang bekerja. 5 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif beberapa negara dapat dijelaskan dengan melihat perbedaan dalam produktivitas tenaga kerjanya secara agregat (IMF, 2013). Dengan demikian, agar PDB per kapita Indonesia dapat menyusul negara-negara berpenghasilan tinggi secara cepat, pemacuan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi sangat penting. Selain mendorong perekonomian menuju situasi yang dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi, strategi pertumbuhan yang didorong oleh produktivitas juga penting bagi Indonesia untuk meminimalisir kerentanan dan meningkatkan daya saing sektor swastanya. Tentunya, tekanan politis untuk meningkatkan upah tampaknya tidak akan melemah di Indonesia. Dalam konteks ini, satu-satunya jalan untuk mengakomodir peningkatan upah tanpa mengganggu daya saing adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Indonesia dapat mendorong pertumbuhan produktivitas tenaga kerjanya? Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja agregat memiliki dua sumber. Pertama, pergeseran tenaga kerja (dan modal atau faktor-faktor produksi lainya) dari sektor berproduktivitas rendah ke yang lebih tinggi (hal ini disebut sebagai “pengaruh transformasi struktural”, lihat McMillan dan Rodrik, 2011). Sebagai contoh, ketika para pekerja meninggalkan bidang pertanian untuk bekerja pada sektor dengan produktivitas yang lebih tinggi (mis. sebagai akibat dari investasi di sektor pertanian yang meningkatkan hasil panen), produktivitas agregat ekonomi pun meningkat. Sumber kedua pertumbuhan produktivitas agregat adalah pertumbuhan produktivitas di dalam sektor-sektor ekonomi, misalnya peningkatan produktivitas pertanian berkat penggunaan benih dengan hasil panen yang lebih tinggi atau lebih tingginya produktivitas dalam manufaktur berkat munculnya perusahaan-perusahaan baru yang inovatif. Kabar baiknya adalah bahwa adanya kesenjangan produktivitas pada sektor-sektor ekonomi Indonesia sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas Indonesia melalui perubahan struktural. Tabel ES.1 menunjukkan kesenjangan tingkat produktivitas tenaga kerja antara pertanian dan sektor-sektor ekonomi lainnya, yang diukur sebagai rasio dari produktivitas sektoral terhadap pertanian. Memindahkan seorang pekerja dari pertanian ke jasa tingkat rendah (perdagangan ritel dan kulakan dan perorangan, jasa sosial, dan konstruksi) secara rata-rata akan mengakibatkan peningkatan produktivitas rata-rata sebesar dua kali lipat. Pergerakan ini sebagian besar terjadi pada dekade lalu dan telah menjadi pendorong utama pengentasan kemiskinan. Tujuh belas dari 20 juta pekerjaan yang tercipta pada tahun 2001-11 berada pada sektor jasa-jasa, dan sebagian besar berada di sektor jasa tingkat rendah. Saat ini, lebih dari 50 persen pekerja bekerja pada sektor pertanian dan jasa tingkat rendah. Pada tahun-tahun mendatang, Indonesia harus berusaha untuk mengembangkan peluang pergerakan tenaga kerja dan penciptaan pekerjaan menuju sektor manufaktur dan jasa-jasa tingkat tinggi.4 Walau pertumbuhan produktivitas manufaktur mengalami penurunan tajam pada dekade lalu, secara rata-rata pekerja di sektor industri manufaktur menunjukkan produktivitas yang jauh lebih tinggi, yaitu lima kali lipat lebih besar dibanding produktivitas pekerja di sektor pertanian.5 Indonesia akan mencatat peningkatan pertumbuhan produktivitasnya secara umum bila sebagian 4 Namun persyaratan keterampilan untuk dapat masuk ke sektor jasa yang tinggi juga lebih tinggi, menunjukkan bahwa kesempatan untuk penciptaan pekerjaan dalam manufaktur sesungguhnya jauh lebih besar dengan rata-rata tingkat keterampilan yang ada pada angkatan kerja. 5 Pada dekade lalu, pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada pertanian mencatat peningkatan (didorong oleh karet, minyak sawit, kopi, dan teh) sementara pertumbuhan pada manufaktur turun hampir mencapai nol. Penurunan paling tajam dalam pertumbuhan produktivitas tenaga kerja terjadi pada bidang pertambangan dan penggalian. Lihat Bagian 2. 6 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap besar dari 15 juta pekerja yang akan masuk ke angkatan kerja pada tahun 2020 bekerja di bidang manufaktur dan jasa-jasa tingkat tinggi (dibanding jasa-jasa tingkat rendah). Cakupan pertumbuhan produktivitas “di dalam masing-masing sektor” juga masih memiliki peluang yang besar di Indonesia. Jenis pertumbuhan produktivitas ini umumnya membutuhkan penggunaan modal yang lebih besar oleh pekerja (mesin dan peralatan yang lebih modern), peningkatan kualitas tenaga kerja (pekerja yang lebih terlatih), penerapan teknologi baru (termasuk melalui penanaman modal asing langsung (foreign direct investment, FDI) dan modal ventura dengan perusahaan-perusahaan asing) dan persaingan di dalam masing-masing sektor \DQJ PHQGRURQJ WHUFLSWDQ\D OHELK EDQ\DN MXPODK SHUXVDKDDQ \DQJ HÀVLHQ 3HPHULQWDK ,QGRQHVLD dalam rencana-rencana pembangunannya telah mencanangkan niatnya untuk mengembangkan industri-industri di negara ini guna meningkatkan nilai tambah. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa mereka yang berhasil mencapai tujuan tersebut adalah mereka yang melakukan beberapa hal berikut: (i) menerapkan strategi industri yang jelas dan konsisten; (ii) meniadakan kendala administratif dan peraturan perundangan yang merintangi kegiatan investasi dan usaha; serta (iii) berkoordinasi dan bermitra dengan sektor swasta dalam memasok tenaga terampil, menciptakan dukungan infrastruktur dan kelembagaan khusus yang tepat pada sektor- sektor di mana negara itu memiliki keunggulan komparatif yang nyata. Seperti dipaparkan di bawah, reformasi-reformasi multidimensi yang penting harus segera dilakukan bila Indonesia hendak mewujudkan berbagai hal tersebut. 7DEHO (6 3HUEHGDDQ SURGXNWLYLWDV WHQDJD NHUMD DQWDU VHNWRU PDVLK VLJQLÀNDQ (Produktivitas sektor tenaga kerja (secara riil) dibanding dengan produktivitas tenaga kerja di bidang pertanian) Sektor 2000-03 2005-08 2009-12 Pertanian 1,0 1,0 1,0 Jasa tingkat rendah 2,4 2,5 2,2 Industri manufaktur 5,7 5,8 5,0 Transportasi dan komunikasi 2,8 3,5 5,5 -DVD ÀQDQVLDO 21,5 20,5 14,6 Pertambangan dan penggalian 46,8 26,7 18,0 Sumber: BPS dan perhitungan staf Bank Dunia. Pergerakan ke model pertumbuhan yang didorong oleh produktivitas akan PHQJKDVLONDQ SHUJHVHUDQ \DQJ VLJQLÀNDQ EDJL ,QGRQHVLD Selama beberapa dekade terakhir, sebagian besar pertumbuhan didorong oleh akumulasi modal dan pertumbuhan tenaga kerja dengan kontribusi jumlah faktor produktivitas (total factor productivity, TFP) yang terbatas. Van Der Eng (2008) mengungkapkan bahwa TFP hanya menjelaskan 33 persen pertumbuhan yang terjadi pada periode 2000-07 dan tidak memiliki andil dalam pertumbuhan sebelum tahun 2000.6 Dibandingkan dengan Tiongkok dan Korea Selatan, TFP kedua negara ini menjelaskan lebih dari 50 persen pertumbuhan pada periode tersebut. Tingkat produktivitas agregat Indonesia—yang diukur oleh rata-rata nilai tambah per pekerja—juga tidak terlalu tinggi menurut standar regional. Sebagai contoh, rata-rata produktivitas setiap pekerja di Malaysia hampir mencapai lima kali lipat dibanding Indonesia. Rata-rata produktivitas tenaga kerja di Indonesia juga lebih rendah dibanding Thailand, Filipina, dan Tiongkok (Bagian 3). Reformasi kebijakan yang tegas seperti 6 Van der Eng, Pierre (2008) ‘Capital Formation and Capital Stock in Indonesia, 1950-2007.’ Working Papers in Trade and Development No.24. Canberra: School of Economics, ANU College of Business and Economics, Australian National University. 7 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif dibahas di bawah akan sangat dibutuhkan bila Indonesia hendak mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tersebut. Prioritas kebijakan apakah yang dapat mendukung pertumbuhan yang berdasarkan produktivitas? /DSRUDQ LQL PHQJLGHQWLÀNDVL WLJD ELGDQJ \DQJ GLSULRULWDVNDQ JXQD PHQGXNXQJ pertumbuhan yang berdasarkan produktivitas: (i) menutup kesenjangan infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, air, serta jaringan sanitasi dan irigasi); (ii) menutup kesenjangan tenaga terampil; dan (iii) memperbaiki fungsionalitas pasar produksi, pasar tenaga kerja, dan pasar modal. Penanganan terhadap prioritas-prioritas di atas sangat dibutuhkan untuk mendorong produktivitas pada sektor-sektor utama, termasuk pertanian (sebagai sektor yang akan melepaskan tenaga kerja), manufaktur dan jasa-jasa tingkat tinggi (yang akan menyerap tenaga kerja) dan mempercepat transformasi struktural. Sejauh ini perkembangan penanganan prioritas-prioritas andalan, yang sebenarnya telah lama diketahui ini, masih belum merata. Desentralisasi sejak awal tahun 2000an semakin memperumit dan memperlambat implementasi. 1DPXQ WHUGDSDW VHMXPODK NHFLO NHELMDNDQ VSHVLÀN \DQJ GDSDW PHPEXDW SHUEHGDDQ EHVDU GDODP mendorong pertumbuhan di beberapa bidang prioritas tersebut (lihat ringkasan pada Tabel ES.1). Reformasi-reformasi ini juga dapat membantu memperluas pemerataan kesejahteraan walau dibutuhkan berbagai reformasi tambahan untuk mencapai tujuan tersebut. Menutup kesenjangan infrastruktur Indonesia Pembangunan infrastruktur di Indonesia bertumpu pada, utamanya, peningkatan kualitas belanja publik di pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, sehingga lebih banyak dana yang dapat dialokasikan untuk infrastruktur. Jumlah investasi infrastruktur—yaitu investasi yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan sektor swasta—secara konsisten hanya mencapai 3 hingga 4 persen dari PDB selama dekade terakhir. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata di atas 7 persen dari PDB sebelum krisis keuangan Asia tahun 1997 serta 10 persen dan 7,5 persen yang dibelanjakan oleh pemerintah Tiongkok dan India. Di tingkat pemerintahan pusat, pilihan utama untuk membiayai peningkatan belanja infrastruktur adalah dengan mengurangi besarnya belanja subsidi BBM. Dengan besaran mencapai 2,6 persen dari PDB dan 21 persen dari anggaran pemerintah pusat setelah transfer ke daerah dan pembayaran bunga, besar belanja subsidi BBM mencapai lebih dari dua kali lipat dari belanja untuk infrastruktur yang hanya mencapai 1 persen dari PDB. Peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur sebesar lebih dari dua kali lipat (dari 2,5 persen dari PDB) dapat berasal dari penurunan subsidi energi (lihat di bawah). Namun, realokasi belanja apapun harus diiringi dengan perbaikan lebih lanjut dalam bidang perencanaan maupun pelaksanaan anggaran sehingga dapat meningkatkan kapasitas penyerapan dan menjamin kualitas pengelolaan dan pelaksanaan investasi infrastruktur. Pada pemerintah daerah, peningkatan belanja untuk infrastruktur dalam kebanyakan NDVXV MXJD PHPEXWXKNDQ UHDORNDVL GDQ SHQLQJNDWDQ HÀVLHQVL EHODQMD Pemerintah daerah memang mencatat belanja yang lebih besar dari pemerintah pusat (1,5 persen dari PDB dibanding 1 persen dari PDB). Namun sesungguhnya pemerintah daerah dapat mencatat belanja 8 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap yang jauh lebih besar lagi untuk meningkatkan infrastruktur jalan-jalan, air dan sanitasi, serta kesehatan (baik investasi baru maupun pemeliharaan), jika anggaran mereka tidak terikat oleh belanja pegawai yang berlebihan dan bila mereka dapat meningkatkan pendapatan mereka. Lebih dari 40 persen belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk pegawai, sementara sekitar 90 SHUVHQ GDUL DQJJDUDQ PHUHND EHUDVDO GDUL SHPHULQWDK SXVDW WUDQVIHU ÀVNDO  .XQFL GDUL VHEXDK reformasi yang bertujuan memberikan insentif kepada proses realokasi belanja infrastruktur yang lebih besar adalah melakukan SHQLQJNDWDQ VLVWHP WUDQVIHU ÀVNDO menuju sistem tranfer berdasarkan kinerja; yaitu dengan meningkatkan bagian transfer yang terikat kepada belanja pada sektor- sektor atau bidang-bidang yang menjadi prioritas nasional.7 Bagi sejumlah kecil kabupaten/kota \DQJ PHPHQXKL NULWHULD NHKDWLKDWLDQ ÀVNDO GDQ ULVLNR ÀGXVLD sarana pembiayaan alternatif, seperti KPS, obligasi daerah, dan pembiayaan perantara, dapat membantu pembiayaan infrastruktur setempat. Menutup kesenjangan infrastruktur di Indonesia membutuhkan reformasi lebih lanjut. Khususnya dibutuhkan reformasi-reformasi pelengkap lanjutan sebagai berikut: (i) Penguatan prioritas proyek/pemilihan dan penyusunannya. Saat ini berbagai badan pemerintahan/ kementerian memiliki daftar proyek yang berbeda-beda. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberdayaan satu badan/kementerian khusus untuk menangani pemilihan proyek. Hal ini dapat membantu memastikan bahwa proyek-proyek yang terpilih memiliki tingkat kelayakan dan perbandingan manfaat-biaya yang mendukung dan bukan karena pertimbangan politis; (ii) Penguatan kemitraan antara sektor publik dan swasta dalam negeri dan investor luar negeri. Dibutuhkan mitra-mitra swasta untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan (peningkatan investasi publik dalam infrastruktur sebesar dua kali lipat hanya membantu menutup sekitar setengah dari kesenjangan pembiayaan). Investor-investor swasta harus dianggap sebagai mitra utama dalam PHQLQJNDWNDQ HÀVLHQVL RSHUDVL GDQ DNXQWDELOLWDV SHQ\HGLDDQ OD\DQDQ GDQ LLL 3elaksanaan UU pertanahan baru yang efektif, yang bila telah ditetapkan, akan membutuhkan peraturan-peraturan pelaksana yang baik.8 7DQSD ODMX SHPEHEDVDQ WDQDK \DQJ OHELK FHSDW GDQ OHELK UHQGDK NRQÁLN SHODNVDQDDQ proyek-proyek infrastruktur akan tetap tidak pasti dan berbiaya tinggi, yang menjadi kendala terhadap partisipasi sektor swasta.9 Hasil pertumbuhan yang berasal dari peningkatan investasi dalam infrastruktur tidak bisa dipandang rendah. Kurangnya investasi infrastruktur telah menjadi kendala besar di dalam pertumbuhan Indonesia selama dekade lalu.10 Lambatnya pertumbuhan persediaan modal infrastruktur dibanding dengan laju pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi berakibat kepada masalah kemacetan dan buruknya kinerja logistik, yang kemudian menjadi kendala pertumbuhan produktivitas. Penelitian di kalangan perusahaan menunjukkan bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan transportasi merupakan satu dari beberapa kendala usaha paling buruk yang  7UDQVIHU ÀVNDO NHSDGD SHPHULQWDK GDHUDK GLGRPLQDVL ROHK NRPSRQHQ ´GDQD DORNDVL XPXPµ '$8 GLEDQGLQJ WUDQVIHU XQWXN alokasi khusus. DAU tidak terikat, sehingga memfasilitasi belanja pegawai yang terlalu besar di daerah, yang menyisakan hanya sedikit ruang bagi transfer yang dapat terikat pada jajaran pemberi layanan di gugus depan. Pada tahun 2012, porsi DAU hampir mencapai 60 persen dari transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dana alokasi khusus (DAK) kepada daerah-daerah tertentu yang bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus di daerah tersebut sesuai dengan prioritas nasional hanya mencapai 6 persen dari transfer- transfer tersebut dan sifatnya terlalu terpecah (mencakup terlalu banyak sektor). 8 Sesuai dengan pengesahan UU Pertanahan oleh DPR dan penetapannya. 9 Seperti dibahas pada Bagian 4 dan 6, UU Pertanahan yang sedang dibahas di DPR diperkirakan akan memungkinkan penyediaan lahan bagi kepentingan umum. 10 Jika persediaan modal infrastruktur riil Indonesia meningkat sebesar 5 persen per tahun pada 2001-11 dibanding laju pertumbuhan aktuil sebesar 3 persen, diperkirakan bahwa pertumbuhan riil PDB tahunan akan lebih besar sebanyak 0.5 poin persentase. Lihat laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia edisi bulan Oktober 2013 untuk perincian lebih lanjut. 9 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif dialami oleh perusahaan manufaktur di perkotaan. Di kawasan perdesaan, para produsen perdesaan mendapati bahwa mereka tidak mampu bersaing dengan produk impor. Sehingga jelas bahwa pembangunan infrastruktur penghubung dapat membantu mendorong proses aglomerasi perekonomian di daerah perkotaan serta mampu mendukung realisasi potensi pertumbuhan dan produktivitas pertanian, industri perdesaan non-pertanian, dan sektor manufaktur perkotaan. Selain itu, karena seperempat penduduk perkotaan dan lebih dari setengah penduduk perdesaan memiliki akses yang buruk ke layanan transportasi, peningkatan infrastruktur merupakan kunci utama untuk meningkatkan kesejahteraan di Indonesia. Menutup kesenjangan tenaga terampil Indonesia Indonesia harus meningkatkan kualitas semua tingkatan pendidikan dan fungsi pusat- pusat pelatihan untuk menutup kesenjangan tenaga terampil. Saat ini, dua per tiga perusahaan mengeluhkan “sulit” atau “sangat sulit” untuk menemukan pegawai yang tepat guna mengisi posisi manajerial dan profesional; dan hampir 70 persen pemilik perusahaan dalam bidang manufaktur melaporkan bahwa “sangat sulit” untuk mengisi posisi tingkat profesional yang terampil (insinyur). Terdapat dua jenis ketidaksesuaian. Sejumlah sektor melaporkan tidak cukupnya lulusan pendidikan sebagai alasan (sebagai contoh, dalam tekstil), sementara sektor- sektor lain mengeluhkan akan keterampilan lulusan yang ada (sebagai contoh, dalam bidang karet dan plastik). Sementara, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih jarang menawarkan pelatihan kepada para pegawainya dibanding dengan negara-negara lain di kawasan yang sama. Sebagian besar lembaga pelatihan terkonsentrasi pada bidang-bidang dengan nilai tambah rendah (seperti keterampilan salon kecantikan dan spa, dan keterampilan dasar komputer). Selain itu, terkait kemampuan akademis dasar, taraf Indonesia tidaklah menggembirakan bila dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lain maupun dengan negara-negara tetangganya di Asia Timur, terutama dalam penilaian kemampuan siswa internasional seperti PISA. Sebagai contoh, siswa usia 15 tahun di Indonesia memiliki tingkat pengetahuan yang jauh di bawah rata-rata rekannya dari Vietnam, walau Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan jumlah pekerja yang masuk ke bidang manufaktur dan jasa-jasa tingkat tinggi (seperti pembiayaan, layanan usaha, komunikasi, dll.)—yang sangat penting bagi pertumbuhan produktivitas—masalah-masalah ini harus ditangani. Kebijakan pemerintah sejauh ini baru terfokus kepada tingkat akses/pendaftaran siswa. Berkat komitmen pemerintah Indonesia yang kuat, Indonesia tampaknya akan menjadi salah satu negara dengan jumlah siswa berpendidikan tinggi terbesar di dunia di kemudian hari.11 Selama lima tahun terakhir, angkatan kerja dengan tingkat pendidikan tersier dan sekunder telah meningkat masing-masing lebih dari 1 juta jiwa dan lebih dari 2 juta per tahun. Jika kecenderungan terakhir dalam pendaftaran siswa terus berlanjut, maka jumlah penduduk Indonesia berpendidikan tinggi akan meningkat lebih dari dua kali lipat di dekade mendatang.12 Karenanya, fokus ke depan adalah pada pembekalan lulusan pendidikan dan pekerja dengan keterampilan teknis yang tepat dan perilaku profesional yang dikehendaki oleh pemilik perusahaan (disiplin, keandalan, kerjasama, dan kepemimpinan) untuk mendukung/memungkinkan investasi yang substansial di sektor-sektor utama. Hal 11 UUD memberikan mandat bahwa 20% dari APBN harus disalurkan bagi pendidikan. 12 Sasaran Pemerintah adalah memberikan akses universal kepada pendidikan menengah atas melalui wajib belajar 12 tahun dan meningkatkan pendaftaran murid ke pendidikan yang lebih tinggi sebanyak dua kali lipat pada tahun 2020. Individu dengan pendidikan tersier pada angkatan kerja mencapai 8 persen pada tahun 2012. 10 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap ini membutuhkan tiga strategi reformasi utama. Pertama, meningkatkan kualitas pendidikan dasar untuk membangun dasar keterampilan kognitif yang lebih kuat yang dibutuhkan untuk mendapatkan keterampilan dengan tingkat yang lebih tinggi yang akan dibutuhkan oleh angkatan NHUMD &DUDQ\D" 6DWX ODQJNDK SHQWLQJ \DQJ GDSDW PHQGXNXQJ KDO LQL DGDODK GHQJDQ memperkuat sistem penjaminan kualitas dengan memastikan bahwa penilaian kualitas akan diikuti dengan tindak lanjut dan lembaga-lembaga pendidikan mendapat insentif untuk melaksanakan tindakan NRUHNWLI \DQJ WHULGHQWLÀNDVL Namun, bahkan apabila sistem pendidikan dapat disempurnakan secara seketika, para lulusan pertama baru akan masuk ke angkatan kerja 10-20 tahun lagi. Sehingga sangatlah penting untuk menemukan solusi jangka pendek dan menengah bagi kendala keterampilan yang ada: strategi kedua dan ketiga adalah dengan meningkatkan relevansi mereka yang akan masuk ke pasar tenaga kerja (pendidikan kejuruan dan teknis, dan pendidikan tersier) serta meningkatkan keterampilan dari angkatan kerja yang ada (reformasi sistem pelatihan). Meningkatkan relevansi pendidikan tersier dan kejuruan membutuhkan (i) penyediaan lebih banyak informasi bagi siswa dan lulusan tentang kesempatan di pasar tenaga kerja (sebagian besar lulusan memilih sektor pemerintah, sementara pengembalian ke pendidikan tersier pada banyak bagian sektor swasta lebih tinggi dibanding sektor pemerintah) dan (ii) membuat pendidikan kejuruan dan tersier lebih tanggap terhadap kebutuhan pasar. Peningkatan relevansi sistem pelatihan di sisi lain membutuhkan pembentukan OHELK EDQ\DN OHPEDJD SHODWLKDQ \DQJ GDSDW PHQ\HGLDNDQ SHODWLKDQ \DQJ UHOHYDQ GDQ NHWHUDPSLODQ \DQJ VSHVLÀN pada sektor-sektor strategis dengan nilai tambah yang lebih tinggi (tekstil, produk makanan, serta cabang- cabang manufaktur utama lainnya dan jasa-jasa tingkat tinggi). Hasil pertumbuhan yang berasal dari perkembangan keterampilan sangatlah berharga, walau sulit untuk dihitung dengan angka. Karena lebih dari 60 persen perusahaan di Indonesia melaporkan keterampilan sebagai suatu kendala, maka pemecahan kendala ini akan membantu perusahaan-perusahaan untuk berkembang dan menjadi lebih mampu untuk bersaing.13 Saat ini sebagian besar lulusan pendidikan tersier bekerja di sektor pemerintahan. Di kemudian hari, pengembangan keterampilan tampaknya akan meningkatkan arus lulusan yang mampu bekerja di sektor swasta, yang lebih menekankan pada keterampilan-keterampilan tertentu dibanding ijazah (berkebalikan dengan apa yang terjadi di sektor pemerintahan). Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas agregat melalui pertumbuhan produktivitas “di dalam sektor” (misalnya bila para pekerja di bidang manufaktur dan jasa tingkat tinggi dibekali dengan lebih banyak keterampilan) dan/atau pergerakan tenaga kerja dari jasa tingkat rendah ke manufaktur (misalnya pekerja dari jasa tingkat rendah mampu masuk ke bidang manufaktur berkat pelatihan yang memadai). Pengembangan keterampilan juga akan membantu Indonesia memanfaatkan beberapa kesempatan yang muncul dari semakin meningkatnya permintaan dari kelas menengah dan bersaing dengan para mitranya di ASEAN. Tanpa keterampilan yang tepat di antara mereka yang masuk ke angkatan kerja, produk impor akan terus menjadi lebih kompetitif dibanding produksi dalam negeri dalam memenuhi permintaan akan produk-produk dan layanan dengan kualitas lebih tinggi dari kelompok menengah Indonesia yang jumlahnya semakin meningkat. 13 Pentingnya modal tenaga kerja dan perannya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat ditekankan pada makalah-makalah teori pertumbuhan endogen, yang dimulai oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). 11 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Meningkatkan fungsi pasar Mendorong pertumbuhan produktivitas melalui perubahan struktural dan di dalam sektor-sektor di Indonesia membutuhkan peningkatan fungsi pasar produk, tenaga kerja, modal, dan tanah.14 Sehubungan dengan pasar produk (atau sektor-sektor), walau Indonesia menerapkan reformasi untuk menurunkan kendala investasi dan peraturan dan memfasilitasi investasi dan perizinan pada sejumlah sektor, namun penyusunan kebijakan yang bersifat proteksionis secara ad-hoc telah meningkatkan ketidakpastian dalam dunia usaha dan mengirimkan sinyal-sinyal yang membingungkan bagi para investor. Sebagai contoh, sejumlah 88 GDQ ODQJNDKODQJNDK \DQJ VSHVLÀN VHNWRU \DQJ EDUX GLXPXPNDQ WLGDN NRQVLVWHQ GHQJDQ UU yang lalu atau menciptakan kebingungan tentang arah reformasi (misalnya benturan antara UU hortikultura dan UU investasi). UU industri dan perdagangan yang baru memberikan kementerian yang berwenang wewenang baru yang luas untuk melakukan intervensi pasar, sehingga meningkatkan ketidakpastian dan memberi ruang dalam perekonomian untuk melakukan kegiatan berburu rente (rent-seeking). Di sektor pertambangan, terlepas dari bagaimana peraturan baru yang melarang ekspor bijih mineral pada akhirnya akan diterapkan, pergeseran kebijakan yang berulang-ulang telah meningkatkan ketidakpastian.15 Pendekatan yang belakangan dilakukan oleh pemerintah dalam mencoba meningkatkan rantai nilai adalah menetapkan peraturan perundangan terlebih dahulu, lalu melakukan negosiasi dengan sektor swasta yang mana investasinya dibutuhkan untuk mencapai sasaran pemerintah. Pendekatan ini berlawanan dengan pendekatan yang dilakukan oleh negara-negara yang telah berhasil, yang melakukan analisis sehat dan kemitraan kuat dengan sektor swasta dalam menemukan dan mengkoordinasi LQYHVWDVL \DQJ GLEXWXKNDQ GDQ NHEXWXKDQNHEXWXKDQ VSHVLÀN LQGXVWUL ODLQ GLJXQDNDQ VHEDJDL langkah awal. Agar dapat meningkatkan dunia industri di dalam negeri pada masa depan, dibutuhkan strategi industri yang konsisten yang dijabarkan dalam kemitraan dengan sektor swasta. Kebijakan industri tersebut dapat mencerminkan beberapa pembelajaran yang bermanfaat yang dipetik dari kebijakan-kebijakan industri di seluruh dunia. Secara khusus, dibutuhkan suatu pendekatan terkoordinasi untuk menemukan dan memecahkan kendala-kendala yang membebani, seperti infrastruktur sektoral, keterampilan, dan dukungan kelembagaan. Untuk menjamin implementasi yang memadai, salah satu pilihan utama adalah memperkuat kualitas proses penyusunan kebijakan bagi kebijakan-kebijakan dan peraturan perekonomian. Sejumlah negara telah melakukan hal ini dengan memberdayakan satu kementerian dan lembaga negara untuk menjalankan fungsi “pelaksana kebijakan yang integratif ” (yaitu dengan membentuk apa yang biasa disebut sebagai “Pusat dari Pemerintahan”).16 Suatu proses penyusunan kebijakan yang diperkuat akan menjawab keprihatinan utama rakyat Indonesia dengan lebih baik tentang perlindungan kepentingan umum, dan akan memungkinkan Pemerintah untuk menekan kegiatan-kegiatan berburu rente dan kepentingan usaha yang egosentris. Semua ini menjadi lebih penting mengingat peringkat buruk pengadilan, pemerintah daerah, dan politisi Indonesia pada indeks persepsi korupsi oleh lembaga Transparency International (TI) (pada tahun 2012, TI memberi peringkat 100 bagi Indonesia dari 183 negara yang ditinjau). Selain penguatan penyusunan 14 Pasar tanah juga sangat penting bagi investasi pemerintah dan swasta. Suatu UU Pertanahan yang komprehensif, yang kini sedang dibahas di DPR, diperkirakan akan menjawab sejumlah masalah-masalah utama yang telah menghambat investasi pada beberapa tahun terakhir. Lihat Bagian 4. 15 Pada UU Pertambangan tahun 2009 yang baru dan peraturan pelaksananya yang diterbitkan pada tahun 2012, ekspor mineral mentah akan seluruhnya dilarang. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang saling bertolak belakang tentang penerapan larangan ini, menambah rasa ketidakpastian peraturan perundangan pada seluruh sektor.  /LKDW UHNRPHQGDVL VSHVLÀN SDGD EDJLDQ ´LPSOHPHQWDVLµ GL EDZDK 12 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap kebijakan, upaya menuju reformasi yang terus berlangsung yang dipelopori oleh BKPM untuk mendukung perizinan usaha dan investasi akan membantu Indonesia dalam menarik lebih banyak investasi ke dalam sektor-sektor dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Pasar tenaga kerja. Agar pasar tenaga kerja Indonesia dapat mendukung mobilitas dan transformasi struktural pekerja, akan dibutuhkan pengubahan peraturan uang pesangon dalam 88 NHWHQDJDNHUMDDQ 88 NHWHQDJDNHUMDDQ \DQJ GLWHWDSNDQ SDGD WDKXQ  VHFDUD VLJQLÀNDQ PHQLQJNDWNDQ KDNKDN SHNHUMD GDQ PHQLQJNDWNDQ ÁHNVLELOLWDV SHQHULPDDQ WHQDJD NHUMD 1DPXQ peraturan di dalam UU itu yang menetapkan bahwa uang pesangon tidak boleh kurang dari 100 minggu upah merupakan suatu contoh peraturan dengan itikad baik namun dampak yang tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebagian besar perusahaan-perusahaan menyesuaikan terhadap aturan pembayaran uang pesangon yang besar ini dengan tidak menandatangani kontrak resmi dengan pekerja atau memilih melakukan kontrak jangka pendek (80 persen pekerja tidak memiliki kontrak resmi). Sejumlah kecil perusahaan resmi yang mengikuti UU itu harus menempatkan cadangan tunai bagi uang pesangon pada suatu rekening penampung (escrow) agar dapat membayar uang pesangon bila perusahaan memutuskan untuk memecat pekerjanya. Pada saat yang bersamaan, bila seorang pekerja hendak mengundurkan diri secara sukarela, hanya bagian uang pesangon yang telah menjadi haknya saja yang dibayarkan. Pada tahun 2011, hanya 7 persen dari pekerja yang diberhentikan benar-benar menerima uang pesangon sepenuhnya. Karenanya, uang pesangon tidak melindungi pekerja dan tidak pula mendorong kepegawaian yang resmi. Sebagai akibatnya, misalnya, pekerja yang meninggalkan kegiatan bercocok tanam atau kegiatan non-pertanian perdesaan akan terjebak pada sektor informal yang sedikit lebih tinggi, namun masih tetap berproduktivitas rendah. Revisi atas aturan uang pesangon ini dapat PHQLQJNDWNDQ IXQJVL SDVDU WHQDJD NHUMD VHFDUD VLJQLÀNDQ Proses penetapan upah minimum adalah masalah lain yang harus dihadapi untuk meningkatkan fungsi pasar tenaga kerja. 6HMDN WDKXQ  WHUMDGL SHQLQJNDWDQ VLJQLÀNDQ GDUL laju peningkatan upah minimum moderat yang tercatat selama satu dekade lalu. Pada tahun 2012, sementara 25 provinsi meningkatkan upah minimumnya sebesar rata-rata 30 persen, Jakarta meningkatkan upah minimumnya sebesar 44 persen. Sementara pekerja di Jakarta memandang peningkatan ini sebagai sesuatu yang “wajar” sesuai dengan biaya hidup di daerah metropolitan, ketidakadaan peningkatan produktivitas tenaga kerja yang sebanding akan menurunkan daya saing Indonesia serta menurunkan kapasitas dan insentif perusahaan untuk membuka lapangan kerja di sektor formal. Yang mungkin lebih rumit adalah ketidakpastian proses penetapan upah minimum, yang dapat mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengganti tenaga kerja dengan barang modal ketika mereka membuat keputusan investasi/ekspansi.17 Guna mendukung transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerja formal, sangat penting untuk melakukan pembicaraan antara pemilik usaha, tenaga kerja, dan Pemerintah dalam hal pemilihan rumus SHQHWDSDQ XSDK PLQLPXP EHUGDVDUNDQ ELD\D KLGXS LQÁDVL GDQ SURGXNWLYLWDV (seperti ditetapkan dalam Inpres yang baru).18 17 Proses penetapan upah minimum adalah proses yang rumit. Negosiasi dan kesepakatan akhir dibuat pada tingkat provinsi dan sektoral (dan seringkali pada tingkat kabupaten dan sub-sektor), yang mempersulit komunikasi dan ketaatan dengan penyesuaian yang berdasarkan rumus yang baru. Secara lebih umum, memastikan kepatuhan perusahaan-perusahaan dan pemberi pekerjaan kepada peraturan upah minimum tidaklah mudah, dan membutuhkan pemantauan dan koordinasi pada tingkat pusat, antara Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian-kementerian yang relevan agar mencapai implementasi yang efektif, dan juga antara pemerintah pusat dan daerah dan para pelaku yang relevan (kepala daerah dan Dewan Upah). 18 Karena upah minimum pada beberapa provinsi berada sangat jauh dari biaya hidup minimum, suatu mekanisme penyesuaian dapat disertakan ke dalam rumus tersebut untuk secara bertahap menyesuaikan tingkat upah minimum dengan biaya hidup. 13 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Pasar modal. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi kendala kredit (IMF 2012). Sebagian besar perusahaan cenderung lebih banyak mengandalkan laba ditahan dibanding kredit bank untuk perluasan kegiatannya, yang pada gilirannya berarti bahwa aliran kas lancar menjadi faktor penting dalam pengambilan NHSXWXVDQ LQYHVWDVL +DO LQL PHPSXQ\DL LPSOLNDVL \DQJ VLJQLÀNDQ WHUKDGDS NHEHUDGDDQ MHQLV jenis investasi yang ada dalam perekonomian, terutama pada perusahaan-perusahaan baru dan inovatif yang umumnya memiliki aliran kas negatif pada tahap-tahap awal operasinya, serta membutuhkan pembiayaan dari bank dan non-bank untuk bertumbuh dan menciptakan pekerjaan-pekerjaan berkualitas tinggi. Kendala kredit yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan mencerminkan kurang GDODPQ\D SDVDU ÀQDQVLDO ,QGRQHVLD 6HNWRU ÀQDQVLDO GLGRPLQDVL ROHK EDQNEDQN \DQJ menguasai 78 persen aset) dan bagian pengelolaannya pada sektor swasta hanya sekitar 35 persen, dibanding hampir 100 persen secara rata-rata bagi Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pasar modal masih tipis dengan sekuritas utang (beredar) korporat dalam negeri yang berjumlah kurang dari 5 persen dari PDB, setara dengan Thailand dan Filipina namun jauh lebih rendah dibanding 45 persen di Malaysia. Aset-aset dana pensiun juga relatif rendah dibanding ukuran perekonomiannya (5 persen dibanding 10-15 persen di Filipina dan Thailand, dan 40 persen di Malaysia). 6HEDJLDQ NHGDQJNDODQ SDVDU ÀQDQVLDO ,QGRQHVLD DNDQ VXOLW XQWXN GLDWDVL NDUHQD merupakan cerminan dari perilaku penghindaran risiko yang kuat. Sebagai contoh, setelah NULVLV ÀQDQVLDO WDKXQ  SDUD SHQDEXQJ GDQ LQYHVWRU OHELK PHPLOLK VHNXULWDV GHQJDQ MDWXK tempo yang lebih pendek. Asuransi, dana investasi dan penerbitan obligasi korporasi, misalnya, telah meningkat pada beberapa tahun terakhir, namun masih belum memberikan kontribusi \DQJ VLJQLÀNDQ WHUKDGDS NHORPSRN VLPSDQDQ GDQ LQYHVWDVL MDQJND SDQMDQJ GDODP QHJHUL19 .HELMDNDQ SXEOLN GDSDW PHQGRURQJ VLVWHP PHQXMX NHGDODPDQ ÀQDQVLDO \DQJ OHELK 6HEDJDL contoh, perkembangan pasar obligasi korporasi tampaknya secara khusus dibatasi oleh persyaratan investasi yang ketat, tingginya biaya penjaminan emisi (underwriting) dan lemahnya bagian pelaksanaan. Pengalaman internasional menekankan peran pembangunan sistem hukum terpercaya yang memungkinkan penegakan kontrak dan hak kekayaan yang efektif serta memberikan SHUOLQGXQJDQ EDJL LQYHVWRU .RQWUDNNRQWUDN ÀQDQVLDO GLWHWDSNDQ GDQ SHODNVDQDDQQ\D SXQ FXNXS efektif dengan dukungan hak-hak hukum dan mekanisme penegakan. Dari sudut pandang ini, peningkatan sistem hukum Indonesia akan memfasilitasi operasi pasar dan para perantaranya. Hal ini berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan usaha secara lebih luas, karena para pelaku VHNWRU ÀQDQVLDO VHUWD SDUD LQYHVWRU LWX VHQGLUL PHPEXWXKNDQ WLQJNDW NHSDVWLDQ PLQLPXP NHWLND membuat keputusan pembiayaan jangka panjang. Pasar tanah. Tanah menjadi pusat dari sejumlah masalah sosial-ekonomi di Indonesia, termasuk pembangunan infrastruktur, pembangunan perkotaan, pengelolaan sumber daya pertambangan GDQ NHKXWDQDQ GHJUDGDVL OLQJNXQJDQ NRQÁLN GOO 3HPEDKDVDQ DNDQ NHWHUNDLWDQ DQWDUD SDVDU tanah dengan seluruh masalah di atas berada di luar cakupan laporan ini.20 Dari sudut pandang 19 Persentase penabung dengan kekayaan besar, yang memilih untuk menempatkan kekayaan mereka di luar negeri melalui perantara, FXNXS VLJQLÀNDQ 20 Untuk tinjauan menyeluruh tentang bidang pertanahan di Indonesia, lihat pada laporan Bank Dunia (2014–akan datang): Towards Indonesian Land Reforms: Challenges and Opportunities. 14 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap pertumbuhan, patut dicatat bahwa kurang jelasnya peraturan perundangan yang mengatur pembebasan tanah untuk kepentingan umum telah menjadi kendala utama dalam beberapa proyek infrastruktur, terutama jalan tol. Sebagian hal ini disebabkan oleh kurang tepatnya aturan dan tata cara pada Peraturan Presiden No 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum ketika menghadapi masalah yang rumit (walau kepemilikan tanah ditandai dengan penguasaan negara atas tanah, namun sistem tradisional juga tetap berlaku dan penegakan pun lemah). Pemilik tanah yang sah maupun tidak sah seringkali bertahan di atas tanah mereka untuk mengambil manfaat dari perbaikan nilai atau peningkatan daya tawarnya. Para investor dalam bidang infrastruktur, baik pemerintah maupun swasta, harus menyelesaikan rintangan ini terlebih dahulu sebelum pembangunan dapat GLPXODL PHQ\HEDENDQ SHQLQJNDWDQ ELD\D GDQ SHQXQGDDQ \DQJ VLJQLÀNDQ Rancangan UU pertanahan yang baru diperkirakan akan meningkatkan kejelasan dan transparansi pembebasan tanah bagi kepentingan umum. Memetik pembelajaran GDUL SHUDWXUDQ WDKXQ  WHUVHEXW VHEXDK 588 SHUWDQDKDQ EDUX \DQJ OHELK VSHVLÀN DNDQ GDSDW PHQLQJNDWNDQ WDWD FDUD SHPEHEDVDQ WDQDK XQWXN LQIUDVWUXNWXU XPXP VHFDUD VLJQLÀNDQ21 Bidang-bidang yang membutuhkan peningkatan termasuk proses penilaian tanah, mekanisme pengaduan, dan kompensasi bagi mereka yang terdampak atau dipindahkan.22 Sebagai contoh, aturan baru itu memerinci orang-orang dan harta benda yang terdampak, proses konsultasi, ganti rugi, dan penyelesaian sengketa. Aturan itu juga menetapkan jangka waktu yang jelas untuk setiap tahapan dan sub-tahapan pembebasan, termasuk jangka waktu maksimum bagi pengadilan untuk memutuskan sengketa yang berkaitan dengan pembebasan tanah. Bila ditetapkan dan dilaksanakan dengan baik, UU pertanahan yang baru itu akan sangat membantu. 5HIRUPDVL SURGXN GDQ IDNWRU SDVDU GDSDW PHPEHULNDQ KDVLO \DQJ VLJQLÀNDQ Pasar SURGXN WHQDJD NHUMD ÀQDQVLDO GDQ WDQDK \DQJ EHUIXQJVL EDLN PHUXSDNDQ SHQGRURQJ SHUWXPEXKDQ SURGXNWLYLWDV \DQJ VDQJDW EHUKDUJD GDQ SHQWLQJ EDJL HÀVLHQVL GDQ GD\D VDLQJ ekonomi secara keseluruhan. Pasar-pasar itu bertindak sebagai penghantar yang memungkinkan peningkatan sektor individu dan pergerakan sumber daya lintas sektor. Di Indonesia, bersama- sama dengan pembangunan infrastruktur dan keterampilan, mereka menentukan apakah sumber daya (tenaga kerja, bakat, dan modal) dapat bergerak di sektor-sektor dengan produktivitas yang lebih tinggi atau tetap terpenjara pada pemanfaatan dengan produktivitas rendah. Walaupun reformasi produk dan faktor pasar (terutama pasar tenaga kerja) merupakan hal yang sulit dan SHND VHFDUD SROLWLV KDO LQL DNDQ PHPEHULNDQ PDQIDDW \DQJ VLJQLÀNDQ EDJL UDN\DW MHODWD 5HDOLVDVL potensi pertumbuhan Indonesia sebagian bergantung pada bagaimana membuat produk dan pasar faktor agar berfungsi dengan lebih baik. 21 Peraturan Presiden No. 71/2012 menetapkan pengaturan kelembagaan untuk pelaksanaan UU ini. 22 Pada tahun 2012, pemerintah Indonesia menerbitkan sejumlah peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengadaan tanah yang dilaksanakan bagi proyek-proyek untuk kepentingan umum (UU No. 2/2012 pada bulan Januari 2012; Perpres No. 71/2012 pada bulan Agustus 2012; dan petunjuk-petunjuk teknis yang diterbitkan oleh kementerian-kementerian terkait). Mereka menggantikan perpres-perpres yang lalu yang tidak mampu mendukung percepatan pembangunan di Indonesia, sementara menjamin bahwa mereka yang terpengaruh dengan dampak negatif terkait pengadaan tanah mendapat perlindungan yang memadai. Sesuai dengan UU No. 2/2012, Perpres No. 36/05 yang diubah berlaku hingga tanggal 31 Desember 2014. Tata cara peraturan yang baru berlaku bagi pengadaan tanah di bawah wewenang dan kuasa Badan Pertanahan Nasional. Jika tanah yang dibutuhkan berada di bawah wewenang kementerian lain, seperti Kementerian Kehutanan, maka sebelum tanah itu dapat diperlakukan menurut tata cara peraturan yang baru, tanah itu harus dibebaskan dari penetapan wilayah hutan sesuai dengan peraturan kehutanan yang berlaku atau peraturan lain yang terkait, seperti pertambangan, gas alam, dll. 15 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Prioritas kebijakan apakah yang dapat menjamin lebih meratanya kesejahteraan? Tantangan kebijakan publik Indonesia tidak hanya dalam mendukung kebijakan- kebijakan yang menghasilkan kesejahteraan. Tantangan lain yang dihadapi oleh para penyusun kebijakan adalah meningkatkan pemerataan kesejahteraan secara lebih luas. Sesungguhnya, sejumlah besar rumah tangga yang digolongkan sebagai tidak miskin secara pendapatan/konsumsi sebetulnya mengalami kemiskinan dalam banyak segi lainnya, termasuk akses ke perumahan yang layak, transportasi, air bersih, sanitasi, dan pendidikan. Di samping itu, walau dengan keberhasilan Indonesia dalam pengentasan kemiskinan, perlambatan laju pengentasan yang dicatat pada beberapa tahun terakhir dan tingginya kerentanan masih tetap mengkhawatirkan. Sementara, hasil pengentasan kemiskinan Indonesia yang penuh dengan perjuangan selalu dibayangi oleh ancaman, akibat kerawanan Indonesia terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan. Laporan ini membahas tiga bidang prioritas utama untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Peningkatan akses lokal kepada layanan bagi semua penduduk Bagi kaum miskin, penduduk yang rentan, dan beberapa yang berada pada kelas menengah, pendapatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi tidak sepenuhnya meningkatkan standar hidup jika akses kepada layanan-layanan utama tidak ditingkatkan. Harapan-harapan yang ditempatkan pada reformasi desentralisasi untuk meningkatkan layanan masyarakat belum terwujud. Otonomi daerah sesungguhnya telah gagal dalam meningkatkan layanan umum di daerah seperti yang diharapkan ketika diluncurkan pada tahun 2001, walau dengan besarnya transfer sumber daya ke pemerintah-pemerintah daerah. Transfer ke pemerintah daerah kini mencapai sekitar setengah dari APBN, di luar subsidi dan pembayaran bunga (sekitar 6 persen dari PDB), dan lebih dari 80 persen dari jumlah ini terkumpul pada pemerintah daerah pada tingkatan yang paling rendah—kabupaten/kota. Namun, kualitas layanan masih tetap menghadapi rintangan (seperti diperinci pada bab 7, indikator-indikator Indonesia dalam bidang sanitasi, air, kesehatan, listrik berada di bawah tingkat yang diharapkan dari negara anggota G-20, berada di bawah rata-rata negara berpenghasilan menengah, dan lebih rendah dari ambisi pihak yang berwenang). Peningkatan penyediaan layanan membutuhkan penguatan akuntabilitas melalui langkah-langkah sisi permintaan maupun sisi penawaran. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa lemahnya akuntabilitas umumnya terkait dengan buruknya layanan masyarakat setempat. Akuntabilitas pada konteks ini mencakup dua dimensi berbeda: (i) permintaan warga negara atas peningkatan kualitas layanan, dan (ii) tanggapan dari pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan para warga. Upaya mengatasi buruknya kinerja penyedia layanan daerah akan membutuhkan langkah-langkah yang terpusat pada setiap dimensi. Berbagai pendekatan dapat membantu keterlibatan warga negara, termasuk berbagi informasi tentang kualitas layanan umum dengan penduduk setempat (data terbuka), seperti studi komparatif dari satu lokalitas dengan lokalitas-lokalitas lain yang mirip. Dalam konteks Indonesia, penguatan program-program yang didorong oleh masyarakat, yang mengandung komponen akuntabilitas sisi permintaan yang kuat, dapat membantu. Dari sudut pandang penyedia layanan (sisi penawaran), terdapat sejumlah kendala akibat mekanisme pembiayaan yang ada yang merintangi kinerja. 16 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap Pertama, penggunaan pendekatan umum untuk menjawab seluruh masalah dalam sistem pembiayaan antar-pemerintahan, walaupun sebenarnya masalah yang dihadapi oleh daerah- daerah di Indonesia beraneka ragam. Perlakuan serupa terhadap unit-unit daerah yang heterogen terkait rancangan dan penerapan kebijakan adalah suatu masalah bagi penyediaan sumber daya yang memadai pada tingkat provinsi dan kabupaten. Kotamadya yang besar, kota-kota berukuran kecil dan menengah, dan daerah-daerah perdesaan seluruhnya dipandang relatif sama dari sudut SDQGDQJ ÀVNDO 6HODLQ LWX LQVHQWLI \DQJ NHOLUX GDODP VLVWHP DORNDVL GDQD KLEDK WHODK PHQGRURQJ belanja untuk gaji dan administrasi dengan mengorbankan penggunaan sumber daya yang lebih berimbang dalam mendorong realisasi penyediaan layanan. Karenanya, terdapat dua pilihan reformasi untuk dipertimbangkan: (i) mengubah sistem transfer pemerintah pusat untuk meningkatkan proporsi anggaran pemerintah daerah yang terkait dengan sektor-sektor tertentu dan layanan gugus depan, dan (ii) NODULÀNDVL SHUDQ GDQ WDQJJXQJ MDZDE EHUEDJDL WLQJNDWDQ SHPHULQWDKDQ \DQJ EHUEHGD sekaligus melalukan fokus ulang dengan memberikan tanggung jawab atas hasil-hasil kepada birokrasi (lihat pada bagian “implementasi” di bawah). Memperkuat Jaminan Sosial 6LVWHP MDPLQDQ VRVLDO ,QGRQHVLD DNDQ PHQJDODPL WUDQVIRUPDVL \DQJ VLJQLÀNDQ Sesungguhnya, jaminan sosial secara universal telah dimandatkan secara hukum untuk bidang kesehatan (pada tahun 2014) dan pekerjaan (pada tahun 2015) menurut UU Sistem Jaminan Sosial Nasional tahun 2004 dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tahun 2011. Apakah hasil yang dikehendaki dapat tercapai akan sangat bergantung kepada kualitas penerapannya. $PELVLDPELVL WHUVHEXW PHPEDZD LPSOLNDVL ÀVNDO NDUHQD PHUHND PHPEXWXKNDQ peningkatan dalam belanja bantuan sosial dan kesehatan masyarakat. Ditilik dari tingkat pendapatannya, belanja bantuan sosial dan kesehatan di Indonesia sangatlah rendah dibanding dengan negara-negara lain. Pada tahun 2013, jumlah belanja kesehatan masyarakat (pusat dan daerah) diperkirakan hanya mencapai 0,9 persen dari PDB dan bantuan sosial pemerintah pusat hanya mencapai 0,7 persen dari PDB. Sementara Indonesia memiliki pilihan-pilihan pendanaan untuk mengakomodir peningkatan belanja (lihat bagian “pilihan pendanaan” di bawah), namun pencapaian hasil-hasil yang dikehendaki akan sangat bergantung kepada kualitas implementasinya. Agar dapat efektif dan berkelanjutan, sistem itu akan membutuhkan tingkat manfaat yang memadai, pengelolaan risiko ÀVNDO \DQJ VHKDW SHQJHORODDQ GDQ SHQJHPEDQJDQ NHOHPEDJDDQ \DQJ EDLN GDQ SHOLEDWDQ NDXP miskin dan lemah secara bebas iuran, sementara, pada saat yang bersamaan, memungut iuran dari mereka yang mampu membayar. Namun, hal yang paling dibutuhkan oleh reformasi yang transformatif ini adalah kepemimpinan yang kuat untuk implementasi yang efektif, karena besarnya jumlah pemangku kepentingan dengan kepentingan yang berbeda dan potensi dampak yang VLJQLÀNDQ WHUKDGDS DQJJDUDQ QHJDUD SDVDU WHQDJD NHUMD GDQ HNRQRPL PDNUR Bersama-sama dengan jaminan sosial, penguatan program-program bantuan sosial yang telah ada merupakan komponen lain yang sangat penting dalam kerangka jaminan sosial Indonesia secara menyeluruh. Indonesia harus melakukan reformasi pada program- program yang ada, mengisi kesenjangan yang ada, dan memadukan program-program tersebut menjadi suatu sistem—yang semuanya akan meningkatkan kualitas belanja dan dampak program- program bantuan sosial. Sekali lagi, kepemimpinan dan koordinasi akan menjadi hal yang penting. Belanja pemerintah pusat kini tersebar ke sekitar 12 kementerian, 22 program, dan 87 kegiatan. 17 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Untuk memastikan bahwa layanan disampaikan secara tepat, Pemerintah harus melanjutkan upayanya dalam menyingkirkan fragmentasi dan duplikasi pada program-program. Pengawasan dan koordinasi di bawah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memainkan peran yang vital dalam merancang strategi bantuan kemiskinan, memadukan program-program kemiskinan dan mengkoordinasi implementasi dengan berbagai kementerian. Ke depannya, suatu model pengawasan gabungan dan koordinasi akan sangat penting bagi implementasi yang efektif terlepas dari jenis pengaturan kelembagaan yang ada. Mengelola risiko bencana alam, membangun ketahanan Menjaga hasil-hasil pengentasan kemiskinan dan kemajuan jaminan sosial yang telah dicapai melalui upaya keras membutuhkan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan risiko-risiko bencana dan pembangunan ketahanan yang lebih kokoh. Indonesia terletak di salah satu zona bencana yang paling aktif di dunia, rawan terhadap gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Peningkatan penduduk dan aset-aset yang memiliki risiko terkena bencana alam belakangan ini, seiring dengan peningkatan jumlah dan intensitas kejadian-kejadian hidro-meteorologi akibat perubahan iklim, dapat semakin meningkatkan dampak bencana alam terhadap ekonomi dan manusia. Menurut analisis risiko global oleh Bank Dunia23, Indonesia termasuk dalam 35 negara dengan risiko-risiko mortalitas yang tinggi terhadap berbagai ancaman. Risiko mengancam sekitar 40 persen penduduk, atau lebih dari 90 juta jiwa. Pada saat yang sama, ketahanan kota-kota di Indonesia terhadap bencana alam telah PHOHPDK DNLEDW SHVDWQ\D ODMX SHPEDQJXQDQ DVHWDVHW ÀVLN GL GDHUDK SHUNRWDDQ GDQ lemahnya penegakan persyaratan bangunan dan peraturan tata ruang. Ibukota Indonesia, Jakarta, sangatlah berisiko, dengan penurunan ketinggian permukaan tanah yang didorong oleh urbanisasi sebagai ancaman yang lebih besar dibanding perubahan iklim yang berkaitan dengan naiknya permukaan air laut. Ketidakpatuhan terhadap persyaratan bangunan dan peraturan tata ruang, dan pemanfaatan daerah “terbuka” yang sebetulnya untuk aliran air, tidak hanya membuat Jakarta dan banyak kota lain di Indonesia menjadi lebih terancam risiko bencana alam, namun juga menciptakan ancaman baru seperti banjir dan genangan air laut pada daerah-daerah pesisir yang rendah. &HSDWQ\D SHUNHPEDQJDQ DVHWDVHW ÀVLN SHUNRWDDQ PHPEXWXKNDQ NHUDQJND SHUDWXUDQ yang kredibel dan pasar yang sehat untuk mendorong dinamika ekonomi disertai dengan pencegahan dan pengelolaan risiko investasi. Pilihan reformasi termasuk (i) program nasional tentang penetapan wilayah bahaya berukuran mikro dengan instrumen-instrumen yang terperinci guna menyertakan ketahanan ke dalam rancangan situs dan standar-standar konstruksi pembangunan; (ii) kerangka pembiayaan bagi pembangunan daerah perkotaan, perumahan dan properti yang memberikan insentif bagi investasi yang mengandung faktor ketahanan terkait dengan asuransi bencana; serta (iii) suatu program nasional untuk peningkatan daerah perkotaan dan rehabilitasi ekosistem untuk meningkatkan ketahanan pemukiman dan infrastruktur perkotaan yang telah ada. 23 Lihat Bank Dunia, Natural Disaster Hotspots, A Global Risk Analysis (Washington, DC: Disaster Risk Management Series, 2005), 7DEHO  8QWXN WLQMDXDQ PHQ\HOXUXK DWDV ULVLNRULVLNR EHQFDQD SDGD NDZDVDQ $VLD 7LPXU GDQ 3DVLÀN VHUWD SLOLKDQ NHELMDNDQ OLKDW Abhas K. Jha dan Zuzana Stanton-Geddes, Editors (2012): Strong, Safe, and Resilient A Strategic Policy Guide for Disaster Risk Management LQ (DVW $VLD DQG WKH 3DFLÀF. Bank Dunia 18 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap Pilihan pendanaan bagi agenda reformasi Pilihan-pilihan apa yang tersedia untuk membiayai ekspansi belanja infrastruktur, NHVHKDWDQ GDQ EDQWXDQ VRVLDO \DQJ VLJQLÀNDQ VHSHUWL GLVDUDQNDQ ROHK ODSRUDQ LQL" Indonesia menghadapi tantangan yang besar dan saling terkait dalam meningkatkan kualitas komposisi belanja guna mencapai sasaran-sasaran pembangunannya. Kuatnya pertumbuhan SHQHULPDDQ GDQ EHODQMD SDGD EHEHUDSD WDKXQ WHUDNKLU GDQ SHQFDSDLDQ VHGLNLW GHÀVLW ÀVNDO VHUWD SHQXUXQDQ UDVLR XWDQJ PHQXWXSL GXD WDQWDQJDQ XWDPD \DQJ PHQJKDGDQJ VHNWRU ÀVNDO Indonesia. Pertama, relatif terhadap jumlah produksi (output), penerimaan dan pengeluaran sesungguhnya mengalami penurunan sejak tahun 2001, masing-masing menjadi sekitar 15,7 persen dan 18,1 persen dari PDB pada tahun 2013—keduanya termasuk rendah untuk standar negara berpenghasilan menengah. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya terdapat ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan bagian sektor pemerintah dalam keseluruhan pengeluaran (penyerapan), sehingga cukup layak bagi Indonesia untuk meningkatkan belanjanya bagi prioritas pembangunan utama seperti infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial. Kedua, kualitas komposisi pengeluaran mengalami penurunan karena tingginya belanja bagi subsidi energi, yang membatasi kemampuan Pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk bentuk-bentuk belanja yang lebih bermanfaat, terutama dalam bidang sosial dan infrastruktur. 3UR\HNVL ÀVNDO ´ELVQLV EHUMDODQ VHSHUWL ELDVDµ WHUEDWDVQ\D UXDQJ ÀVNDO EDJL SULRULWDV belanja 3UR\HN PDNUR GDQ ÀVNDO WHODK GLVXVXQ XQWXN SHULRGH UHQFDQD SHPEDQJXQDQ MDQJND menengah (RPJMN) berikutnya: 2015-19 (lihat Tabel ES.2, bagian 1 pada akhir Ringkasan Eksekutif). Dengan mengasumsikan kasus dasar (base case) skenario pertumbuhan PDB sebesar 5,5-5,8 persen per tahun dan situasi “bisnis berjalan seperti biasa” tanpa reformasi ÀVNDO DWDX NHMXWDQ \DQJ VLJQLÀNDQ PDND MXPODK SHQHULPDDQ GDQ SHQJHOXDUDQ GLSUR\HNVLNDQ akan tetap relatif konstan selama periode tersebut masing-masing sebesar 16,5-16,7 persen GDUL 3'% GDQ  SHUVHQ GDUL 3'% +DO LQL DNDQ PHQJDNLEDWNDQ GHÀVLW ÀVNDO VHEHVDU  persen dari PDB pada tahun 2015, yang secara bertahap turun menjadi 1,7 persen dari PDB pada WDKXQ  %LOD GHÀVLW WHUMDJD XQWXN WLGDN PHODPSDXL  SHUVHQ GDUL 3'% VHSHUWL EDWDVDQ \DQJ GLWHWDSNDQ ROHK DWXUDQ ÀVNDO PDND EHVDU UXDQJ ÀVNDO EDJL SULRULWDV EHODQMD GDSDW PHQMDGL VDQJDW terbatas, terutama bila muncul tekanan pengeluaran dasar (baseline) tambahan. Sumber-sumber potensial tekanan termasuk kejutan eksternal (seperti peningkatan harga minyak dan depresiasi rupiah pada belanja subsidi), serta perkembangan kebijakan dalam negeri seperti implementasi SJSN (risiko biaya aktuil lebih tinggi dari yang sekarang diperkirakan), implementasi UU perdesaan baru dan pelaksanaan reformasi birokrasi pada tingkat daerah. Selain itu, pertumbuhan yang lebih rendah dari perkiraan dapat menurunkan penerimaan. 5HIRUPDVL \DQJ GLEXWXKNDQ XQWXN PHQLQJNDWNDQ UXDQJ ÀVNDO SDMDN EHODQMD SHJDZDL dan subsidi BBM 7HUGDSDW VHWLGDNQ\D WLJD SLOLKDQ XWDPD \DQJ GDSDW PHQLQJNDWNDQ UXDQJ ÀVNDO \DQJ WHUVHGLD VHFDUD VLJQLÀNDQ Pada sisi penerimaan, Indonesia dapat memulai upaya “dorongan besar” untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai bagian dari PDB dengan meningkatkan kepatuhan dan administrasi pajak, serta meningkatkan cukai tembakau (yang akan membawa 19 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif manfaat tambahan bagi kesehatan). Kedua, pertumbuhan dalam rata-rata belanja pegawai pusat GDQ GDHUDK GDSDW GLVHVXDLNDQ DJDU WXPEXK VHMDODQ GHQJDQ LQÁDVL GDQ EXNDQ SDGD  KLQJJD  SHUVHQ GL DWDV LQÁDVL VHSHUWL SDGD EHEHUDSD WDKXQ WHUDNKLU 6HODLQ LWX VXEVLGL %%0 GDSDW GLKDSXV secara bertahap pada tahun 2019. Bagian 2 Tabel 1 menunjukkan potensi penghematan tahunan dari langkah-langkah tersebut, dibanding nilai dasar (baseline) hingga tahun 2019. Penghapusan bertahap BBM secara sepenuhnya pada tahun 2009 akan membebaskan hingga 2 persen dari PDB tahun-ke-tahun pada tahun 2019. Langkah-langkah perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan seperti melaksanakan pelaporan pihak ketiga sepenuhnya dan meningkatkan kesesuaian data dapat meningkatkan penerimaan hingga hampir 1,5 persen dari PDB per tahun pada tahun 2019, sementara peningkatan cukai tembakau hingga 70 persen akan meningkatkan penerimaan sebesar 0,5 persen dari PDB pada tahun 2019. Pengelolaan belanja pegawai pusat dan daerah agar tetap datar secara riil akan membebaskan hingga 1,4 persen dari PDB per tahun pada tahun 2019. Secara keseluruhan, langkah-langkah tersebut berpotensi untuk meningkatkan UXDQJ ÀVNDO \DQJ WHUVHGLD KLQJJD  SHUVHQ GDUL 3'% SDGD WDKXQ  \DQJ PHUXSDNDQ peningkatan hingga 5,3 persen dari PDB pada tahun 2019 (lihat Bagian 2 dari Tabel ES.2).24 Prioritas belanja: meningkatkan belanja infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial Penghapusan subsidi BBM secara bertahap seiring dengan reformasi pajak atau upaya pengendalian belanja pegawai akan memungkinkan Indonesia untuk mampu meningkatkan belanja bidang infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosialnya sebesar dua kali lipat (Bagian 3 dari Tabel 1). Indonesia dapat melipatgandakan jumlah belanja infrastrukturnya secara riil dan meningkatkannya ke 4,4 persen dari PDB pada tahun 2019, dengan tambahan pembiayaan hanya 0,3 persen dari PDB pada 2015, yang secara bertahap meningkat menjadi 1,9 persen dari PDB pada tahun 2019. Untuk menutup setengah dari perbedaan dengan standar belanja kesehatan pemerintah normal internasional per kapita25 pada akhir periode RPJMN itu, Indonesia harus meningkatkan belanja kesehatannya menjadi 2,4 persen dari PDB pada tahun 2019 (dari 0,9 persen dari PDB pada tahun 2013). Belanja bantuan sosial harus meningkat menjadi 1 persen dari PDB sejak tahun 2015 untuk mengakomodir biaya SJSN kesehatan, serta memungkinkan peningkatan program-program kemiskinan. Peningkatan belanja kesehatan dan bantuan sosial akan membutuhkan tambahan pendanaan sebesar 0,4 persen dari PDB pada tahun 2015, dan akan meningkat menjadi 1,6 persen dari PDB pada tahun 2019. Jumlah tambahan pendanaan yang dibutuhkan untuk ketiga prioritas belanja ini adalah 0,6 persen dari PDB pada tahun 2015, dan akan meningkat menjadi 3,6 persen dari PDB pada tahun 2019. Tambahan itu dapat dipenuhi melalui gabungan pilihan ruang ÀVNDO VHSHUWL GLXUDLNDQ SDGD %DJLDQ ³PLVDOQ\D PHODOXL SHQJKDSXVDQ EHUWDKDS VXEVLGL SDMDN ditambah reformasi pajak atau upaya terpadu untuk mengendalikan belanja pegawai.26 Indonesia berada pada posisi yang menguntungkan untuk memenuhi tantangan perluasan pendanaan yang ambisius dalam bidang yang mendukung pembangunan tersebut. 24 Diskusi ini memfokuskan pada kesempatan yang dapat tercipta melalui pengarahan ulang belanja dan peningkatan pengumpulan penerimaan, namun pilihan itu bukan merupakan satu-satunya pilihan. Sebagai contoh, sesuai dengan pertimbangan keberlanjutan XWDQJ ,QGRQHVLD MXJD GDSDW PHPSHUWLPEDQJNDQ XSD\D SHQLQJNDWDQ GHÀVLW EHODQMD 25 Perkiraan rata-rata semua negara dengan tingkat pendapatan yang sebanding (PDB per kapita) dengan Indonesia. 26 Angka-angka ini bersifat konservatif dalam hal mereka tidak menyertakan potensi lingkaran masukan positif dari peningkatan EHODQMD SHPEDQJXQDQ WHUKDGDS SHUWXPEXKDQ 3'% GDQ SHQGDSDWDQ GDQ MXJD PDQIDDW GDUL SHQLQJNDWDQ HÀVLHQVL 20 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap Tantangan dalam Implementasi: Apa yang Dapat Dilakukan? Administrasi publik memainkan peran penting dalam penyediaan lingkungan maupun layanan aturan hukum yang sangat penting bagi terciptanya negara yang makmur dan adil merata. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, administrasi harus cepat tanggap dalam memberikan peraturan yang kuat untuk mendukung investasi serta menyediakan layanan dan infrastruktur inti bagi kebutuhan perorangan maupun perusahaan – termasuk jalan-jalan, OD\DQDQ NHVHKDWDQ SHQGLGLNDQ MDPLQDQ ÀVLN NHDPDQDQ OLQJNXQJDQ GOO 1DPXQ VHMXPODK VLVWHP dan praktik di dalam administrasi pemerintah yang menjadi bagian dari proses pembangunan Indonesia selama dekade lalu tidak akan dibutuhkan di masa depan dan bahkan dapat merintangi pertumbuhan masa depan. Perlu ada perhatian untuk menyelaraskan dan memfokuskan ulang lembaga-lembaga inti pemerintahan guna mendukung ekonomi yang moderen dan berkembang pesat. 0HVNLSXQ WHUMDGL SHUXEDKDQ VLJQLÀNDQ WHUNDLW SHUDQ GDQ WDQJJXQJ MDZDE OHPEDJD lembaga pemerintah yang berlangsung sejak tahun 1998, masih banyak unsur-unsur inti dari masa sebelum tahun 1998 yang masih tersisa. Sebagai contoh, Kemenpan & RB terus mengendalikan pengelolaan aparat negara dan, sementara sekarang terdapat sejumlah pemangku kepentingan yang merumuskan dan menerapkan kebijakan pada tingkat nasional dan daerah, tidak terdapat mekanisme koordinasi antar pemerintahan yang efektf. Hal ini mengakibatkan penyediaan layanan lembaga-lembaga pemerintahan yang buruk, penetapan kebijakan lintas sektor yang tidak konsisten, dan tidak tanggapnya pengaturan terhadap prioritas pemerintah dan warga negara. Kegagalan pengaturan kebijakan dan kelembagaan lama dalam melakukan penyesuaian untuk mencerminkan lingkungan yang baru merupakan kendala terhadap efektivitas administrasi pemerintah, dan membawa ancaman terhadap ambisi masa depan Indonesia. Untuk mendukung ekonomi yang berkembang pesat, fokus ulang administrasi pemerintahan perlu diperhatikan untuk mendukung hal-hal berikut: ‡ Pusat Pemerintahan yang lebih kuat untuk mengelola proses kebijakan dan menyelesaikan NRQÁLN NHELMDNDQ ‡ Perampingan birokrasi demi peningkatan akuntabilitas. ‡ Peningkatan pengelolaan strategis sumber daya manusia dalam administrasi pemerintahan. ‡ Tata cara perencanaan dan penganggaran yang lebih baik untuk mewujudkan hasil belanja pemerintah yang lebih baik pula. ‡ Akuntabilitas yang lebih kuat bagi penyampaian layanan pada tingkat daerah. Reformasi-reformasi tersebut sangat sulit untuk diterapkan. Namun, menilik beban terhadap ekonomi dan ambisi negara yang diakibatkannya, Indonesia tidak mampu untuk tidak mempertimbangkan penerapan yang tegas dari sejumlah reformasi tersebut untuk jangka panjang (hasil yang mudah dipetik). Mungkin yang paling mendesak adalah kebutuhan akan Pusat Pemerintahan (Center of Government, CoG) yang lebih kuat. Pada tahun 2004, OECD/ Sigma memberikan suatu ikhtisar dari sejumlah fungsi inti yang dapat dijumpai pada CoG yang efektif.27 Fungsi-fungsi itu termasuk: (i) tinjauan dokumen kebijakan: jaminan kualitas; mediasi  6,*0$ 3DSHU  &RRUGLQDWLRQ DW WKH &HQWUH RI *RYHUQPHQW 7KH )XQFWLRQV DQG 2UJDQL]DWLRQ RI WKH *RYHUQPHQW 2IÀFH (OECD; Paris, 2004). 21 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif antar kementerian; (ii) pemantauan kinerja pemerintah; (iii) koordinasi kebijakan/prioritas horisontal; (iv) kesesuaian hukum dari RUU; (v) komunikasi dengan media dan masyarakat; serta (vi) koordinasi dengan cabang-cabang pemerintah yang lain. Sejumlah lembaga negara yang berbeda di Indonesia, yang dimulai dari Kabinet Kepresidenan, memainkan sejumlah peran dalam koordinasi kebijakan termasuk tiga Kementerian Koordinator, Kementerian Keuangan, Bappenas, Kemenpan&RB, kantor Wakil Presiden, satuan-satuan pelaksanaan (UKP4 dan TPN2K), dan lain-lain. Namun fragmentasi peran dan fungsi CoG ini tidak memberikan yang terbaik bagi negara. Sebaliknya, para kementerian telah menerapkan peraturan dan kebijakan baru yang bertentangan dengan aturan-aturan lainnya. Pengelolaan kebijakan juga menjadi lebih sulit akibat adanya berbagai tantangan dalam mengkoordinasi proses-proses perencanaan dan penganggaran yang berlainan untuk bagian-bagian anggaran yang berbeda. Di kemudian hari, pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan bagaimana menyempurnakan mandat-mandat dan fungsi-fungsi dari berbagai lembaga yang mendukung CoG, dan memberdayakan Kantor Presiden (atau yang ditugaskan) atau lembaga lain untuk memegang peran yang lebih kuat dalam mengelola proses kebijakan. Pertaruhan yang sangat besar: hasil yang dicapai bila melakukan reformasi dan biaya yang harus ditanggung bila tidak melakukan reformasi Indonesia harus tumbuh di atas 5 persen untuk menghindari masalah pengangguran yang serius. 3HUWDPD SHQGXGXN XVLD NHUMD GLSUR\HNVLNDQ DNDQ PHQLQJNDW VHFDUD VLJQLÀNDQ SDGD 10 tahun ke depan sebelum mencapai puncaknya sebagai proporsi jumlah penduduk sekitar tahun 2025. Sebagian besar dari tambahan 14,8 juta jiwa yang akan masuk menjadi penduduk usia kerja pada tahun 2020 akan mencari pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja ini akan membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Berdasarkan sensitivitas pekerjaan terhadap pertumbuhan pada periode tahun 1990-2012, jika Indonesia bertumbuh sebesar 6,5 persen per tahun, maka akan tercipta 12,4 juta pekerjaan baru pada tahun 2020. Pencapaian tersebut memiliki perbandingan yang baik dengan penciptaan lapangan kerja, bila laju pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,0 persen per tahun: 10,2 juta pekerjaan baru pada tahun 2020. Karenanya, perbedaan antara bertumbuh sebesar 5,0 persen dan 6,5 persen adalah 2,2 juta SHNHUMDDQ VHODPD SHULRGH GHODSDQ WDKXQ \DQJ PHUXSDNDQ MXPODK \DQJ VLJQLÀNDQ Melihat pada jangka yang lebih panjang, pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat (di atas 5 persen) juga dibutuhkan bila Indonesia hendak menaiki tangga pendapatan dan menempatkan dirinya menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi sebelum mulai menua. Agar Indonesia dapat mencapai status berpenghasilan tinggi pada tahun 2030—yaitu dengan pendapatan per kapita sebesar 12.000 dolar AS—maka Indonesia harus mencatat pertumbuhan sebesar 9 persen per tahun pada 16 tahun berikutnya.28 Bila tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi ini tidak tercapai, maka pertumbuhan setidaknya di atas “kecenderungan” pertumbuhan yang ada sekarang pada 5-6 persen akan dibutuhkan untuk memposisikan Indonesia sehingga negara ini terhindar dari perangkap pendapatan menengah. Pendapatan per kapita di Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong semuanya telah berada di atas 12.000 dolar AS ketika 28 Menggunakan konstanta dolar AS tahun 2013. 22 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap populasi negara-negara itu mulai menua. Bagi Indonesia, akan dibutuhkan pertumbuhan yang sangat cepat untuk mencapai hal itu. Untungnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukannya, namun dibutuhkan implementasi berbagai reformasi yang serius seperti yang diuraikan di atas. *DPEDU (6  3HQGDSDWDQ SHU NDSLWD \DQJ GLFDSDL NHWLND GLYLGHQ GHPRJUDÀV EHUDNKLU GLEDQGLQJ Indonesia (2030) Struktur Laporan Laporan ini terdiri dari 3 bagian dan 9 bab. Pada Bagian 1, laporan melihat ke belakang dan menganalisis pendorong-pendorong utama transformasi Indonesia pada dekade yang lalu (Bab 1) dan konsekuensi sosialnya (Bab 2). Bagian kedua laporan, yang terdiri dari 4 bab, dibuka dengan menempatkan kerangka bagi analisis perjalanan Indonesia mencapai status berpenghasilan tinggi (Bab 3). Bab ini menyoroti kesempatan-kesempatan dan risiko-risiko yang akan membentuk prospek ekonomi dan strategi pertumbuhan, prioritas kebijakan, dan reformasi kelembagaan yang dapat membantu Indonesia untuk merealisasikan cita-cita Indonesia. Bab 4, 5, dan 6 kemudian akan menguraikan bidang reformasi kebijakan dan prioritas-prioritas untuk mendorong kesejahteraan, yaitu dengan menutup kesenjangan infrastruktur dan keterampilan Indonesia (masing-masing Bab 4 dan 5) serta meningkatkan fungsi pasar faktor dan produk (Bab 6). Bagian akhir laporan akan membahas sejumlah rincian prioritas kebijakan untuk berbagi kesejahteraan secara lebih luas: penyediaan layanan berkualitas bagi semua (Bab 7), jaminan sosial yang ditingkatkan (Bab 8), dan peningkatan ketahanan dan pengelolaan risiko-risiko bencana alam. 23 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Lampiran Tabel ES 1: Ringkasan pilihan reformasi kebijakan utama yang disarankan Sasaran pembangunan Pilihan kebijakan yang disa- Bukti, fakta yang penting rankan Meningkatkan pertumbuhan produktivitas Menutup kesenjangan infra- Meningkatkan jumlah belanja Penghapusan subsidi BBM secara bertahap struktur infrastruktur sektor publik dari 2,5 saja sudah cukup untuk mendanai pening- persen dari PDB pada 2013 ke 4,5 katan ini sepenuhnya (akan membebaskan persen pada 2019 2% dari PDB) 0HQLQJNDWNDQ WUDQVIHU ÀVNDO NH Kecilnya bagian DAK dalam jumlah trans- pemerintah daerah untuk mendorong fer (hanya 7 persen) dan sangat terpecah- investasi infrastruktur pecah Pendanaan alternatif bagi daerah Kabupaten-kabupaten yang besar tak kabupaten yang telah siap dapat memanfaatkan kesempatan ini; namun dibutuhkan langkah-langkah pen- gamanan untuk menurunkan risiko-risiko ÀVNDO Memperkuat prioritas/pemilihan Berbagai badan dan kementerian menyu- dan persiapan proyek sun daftar proyek; kelayakan/perbandin- gan dengan dana seringkali tidak ada Memperkuat kemitraan antara sek- Sektor swasta sering hanya diharapkan tor publik dan swasta untuk menjalankan proyek-proyek yang telah dipilih sebelumnya dan menyediakan pendanaan Implementasi UU pertanahan yang Setelah ditetapkan, UU ini akan membu- baru secara efektif tuhkan peraturan pelaksana yang baik Menutup kesenjangan tenaga Memperkuat sistem jaminan kuali- Penilaian kualitas tidak ditindaklanjuti dan terampil tas pendidikan dengan melakukan tindakan korektif tidak diimplementasikan tindak lanjut pada hasil penilaian secara efektif kualitas Memberikan lebih banyak informasi Pilihan pekerjaan bagi para lulusan bergan- kepada siswa tentang kesempatan tung kepada informasi tentang kesempatan pada pasar tenaga kerja kerja Membuat pendidikan tersier dan Kekurangan dan ketidakcocokan keter- kejuruan lebih tanggap terhadap ampilan masih bertahan, sebagian karena kebutuhan pasar sistem tidak tanggap terhadap pasar Membentuk lebih banyak lembaga Sebagian besar pusat pelatihan bergerak di pendidikan untuk memberikan pela- sektor dengan produktivitas rendah (spa, tihan yang relevan dan keterampilan salon kecantikan, dll.). VSHVLÀN GDODP VHNWRUVHNWRU VWUDWHJLV dengan nilai tambah yang lebih tinggi Meningkatkan fungsi pasar ‡ Pasar produk Membangun “Pusat Pemerintahan” Tidak konsistennya kebijakan dan aturan yang kuat mencerminkan kaburnya strategi dan lemahnya integrasi/perantaraan kebijakan 24 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap Melanjutkan penyederhanaan prose- Waktu hingga menerima izin bervariasi dur investasi, termasuk perizinan menurut daerah dan sektor; fasilitasi in- vestasi membantu investor ‡ Pasar tenaga kerja Mengubah aturan uang pesangon Uang pesangon tidak melindungi pekerja pada UU tenaga kerja setelah dan tidak mendorong ketenagakerjaan berkonsultasi dengan para pe- formal mangku kepentingan terkait Menggunakan rumus penetapan Ketidakpastian penetapan upah minimum upah minimum baru berdasar biaya menjadi kendala ketenagakerjaan formal KLGXS LQÁDVL GDQ PHQGRURQJ SHQJ- gunaan faktor produktivitas untuk kenaikan upah ‡ Pasar Modal ,GHQWLÀNDVL ODQJNDKODQJNDK NKX- Dibutuhkan tambahan analisis untuk sus untuk mengembangkan pasar menemukan langkah-langkah khusus yang obligasi perusahaan mendukung Membangun sistem hukum yang Dibutuhkan tambahan analisis untuk men- lebih terpercaya untuk melindungi emukan langkah-langkah khusus yang lebih NRQWUDNNRQWUDN ÀQDQVLDO mendukung ‡ Pasar Tanah Implementasi UU pertanahan yang RUU pertanahan yang baru menjawab baru secara efektif sejumlah masalah utama terkait pengadaan tanah Pemerataan kesejahteraan yang lebih luas Layanan daerah yang Mengubah aturan uang pesangon Tidak konsistennya kebijakan dan aturan berkualitas bagi semua pada UU tenaga kerja setelah mencerminkan kaburnya strategi dan berkonsultasi dengan para pe- lemahnya integrasi/perantaraan kebijakan mangku kepentingan terkait Menggunakan rumus penetapan Waktu hingga menerima izin bervariasi upah minimum baru berdasar biaya menurut daerah dan sektor; fasilitasi in- KLGXS LQÁDVL GDQ PHQGRURQJ SHQJ- vestasi membantu investor gunaan faktor produktivitas untuk kenaikan upah ,GHQWLÀNDVL ODQJNDKODQJNDK NKX- Uang pesangon tidak melindungi pekerja sus untuk mengembangkan pasar dan tidak mendorong ketenagakerjaan obligasi perusahaan formal Membangun sistem hukum yang Ketidakpastian penetapan upah minimum lebih terpercaya untuk melindungi menjadi kendala ketenagakerjaan formal NRQWUDNNRQWUDN ÀQDQVLDO 25 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif Penguatan perlindungan Implementasi UU pertanahan yang Dibutuhkan tambahan analisis untuk sosial baru secara efektif menemukan langkah-langkah khusus yang mendukung Kepemimpinan dan implementasi Dibutuhkan tambahan analisis untuk men- berkualitas tinggi dari SJSN emukan langkah-langkah khusus yang lebih mendukung Meningkatkan belanja bantuan RUU pertanahan yang baru menjawab sosial dari 0,7 persen dari PDB sejumlah masalah utama terkait pengadaan pada 2013 ke 1 persen dari PDB tanah mulai tahun 2015 Meningkatkan program-program Lihat bukti terkait pada bab 2 dan 8 kemiskinan yang telah terbukti (mis. PKH), reformasi yang tidak efektif (mis. RASKIN) dan isi ke- senjangan cakupan dengan program percontohan (mis. lansia, berkebutu- han khusus, usia dini, kesejahteraan kerja) Menjaga model koordinasi dan pen- Karena banyaknya jumlah kementerian gawasan terpadu bagi implementasi dan badan negara yang melaksanakan, program kemiskinan yang efektif dibutuhkan suatu “perantara” unik yang menjadi payung untuk menjaga konsistensi dan efektivitas Pengelolaan risiko bencana, Menetapkan program nasional pada Dibutuhkan bagi peningkatan ketahanan membangun ketahanan tata ruang mikro daerah berbahaya dengan rancangan situs dan standar pem- bangunan Menempatkan kerangka pendanaan Dibutuhkan untuk memberi insentif asur- bagi pembangunan perumahan dan ansi bencana properti Menetapkan program nasional Untuk meningkatkan ketahanan pemuki- untuk peningkatan perkotaan dan man dan infrastruktur perkotaan yang ada rehabilitasi ekosistem (pertumbuhan hijau) Prakarsa pilihan pendanaan Pembangunan infra- ‡ Penghapusan subsidi Penghapusan subsidi BBM secara bertahap struktur premium dan solar secara akan membebaskan 2 persen dari PDB bertahap dalam 5 tahun pada tahun 2019 Peningkatan perlind- ‡ Mengendalikan belanja 1,4 persen dari PDB bisa didapat jika ungan terhadap risiko- pegawai pusat dan daerah belanja pegawai pusat dan daerah bisa risiko kesehatan ‡ Meningkatkan penerimaan GLVHVXDLNDQ DJDU EHUWXPEXK VHVXDL LQÁDVL pajak dengan peningkatan dibanding kenaikan 5 persen hingga 8 administrasi pajak (lang- SHUVHQ GL DWDV LQÁDVL VHSHUWL SDGD EHEHUDSD kah-langkah peningkatan tahun terakhir kepatuhan seperti pelaksa- Bantuan sosial bagi Langkah-langkah administrasi pajak dapat naan pelaporan pihak ketiga kaum miskin meningkatkan penerimaan hampir 1,5 sepenuhnya dan menin- persen dari PDB per tahun pada tahun gkatkan kesesuaian data) 2019, sementara peningkatan cukai tem- dan meningkatkan cukai bakau ke 70 persen akan meningkatkan tembakau penerimaan sebesar 0,5 persen dari PDB pada tahun 2019 26 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Ringkasan Eksekutif Indonesia: Menghindari Perangkap Memperkuat implementasi Implementasi agenda ‡ Pusat Pemerintahan yang pembangunan yang lebih kuat untuk mengelola efektif proses kebijakan dan meny- HOHVDLNDQ NRQÁLN NHELMDNDQ ‡ Merampingkan birokrasi bagi peningkatan akuntabili- tas ‡ Lebih banyak pengelolaan sumber daya manusia yang strategis lintas administrasi pemerintahan ‡ Prosedur perencanaan dan penganggaran yang lebih baik untuk penyampaian ha- sil belanja pemerintah yang lebih baik ‡ Lebih kuatnya akuntabilitas bagi penyediaan layanan pada tingkat daerah 7DEHO (6  3UR\HNVL ÀVNDO GDVDU baseline  SLOLKDQ SHQLQJNDWDQ UXDQJ ÀVNDO GDQ VNHQDULR peningkatan belanja infrastruktur, bantuan sosial dan kesehatan (Semua angka adalah persen dari PDB) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 3UR\HNVL ÀVNDO GDVDU baseline) – bisnis berjalan seperti biasa Penerimaan 15,7 16,6 16,5 16,5 16,7 16,7 16,7 Pajak 11,8 11,7 11,7 11,7 11,7 11,7 11,7 Bukan pajak 3,9 4,8 4,8 4,8 5,0 4,9 5,0 Pengeluaran 18,1 18,6 18,6 18,5 18,5 18,4 18,5 Belanja pegawai pusat 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 Belanja pegawai daerah 3,3 3,4 3,5 3,6 3,8 3,9 4,1 Subsidi BBM 2,3 2,4 2,4 2,5 2,5 2,6 2,7 Infrastruktur 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Bantuan sosial (termasuk SJSN) 0,7 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,7 Kesehatan 0,9 0,9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1 1HUDFD ÀVNDO -2,4 -2,1 -2,1 -2,0 -1,8 -1,8 -1,7  3LOLKDQ SHQLQJNDWDQ UXDQJ ÀVNDO (a) Peningkatan penerimaan pajak 0,4 0,8 1,1 1,5 1,9 dengan peningkatan administrasi pajak dan kenaikan cukai tembakau (b) Pengendalian belanja pegawai pusat 0,3 0,5 0,8 1,1 1,4 dan daerah (c) Penghapusan bertahap subsidi 0,4 1,0 1,5 1,9 2,0 premium & solar selama 5 tahun 27 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Ringkasan Eksekutif -XPODK SHQLQJNDWDQ UXDQJ ÀVNDO 1,1 2,3 3,5 4,4 5,3 3. Jumlah prioritas belanja – 0,6 1,2 2,1 2,8 3,5 kebutuhan tambahan pendanaan 3a. Prioritas Belanja 1: Peningkatan jumlah belanja modal infrastruktur hingga 4,4 persen pada tahun 2019 Infrastruktur 2,5 2,5 2,8 3,0 3,6 4,0 4,4 Kebutuhan tambahan pendanaan 0,3 0,5 1,1 1,5 1,9 3b. Prioritas Belanja 2: Peningkatan belanja bantuan sosial ke 1 persen dari PDB sejak tahun 2015 Bantuan sosial/Social Assistance 0,7 0,9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 (termasuk SJSN) Kebutuhan tambahan pendanaan 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3 3c. Prioritas Belanja 3: Peningkatan belanja kesehatan masyarakat ke 2,4 persen dari PDB pada tahun 2019 Kesehatan 0,9 0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,4 Kebutuhan tambahan pendanaan 0,2 0,5 0,8 1,0 1,3 6XPEHU 3UR\HNVL ÀVNDO GDVDU baseline) dari model RMSM Bank Dunia untuk Indonesia, diperbaharui bulan Februari 2014. Perkiraan SLOLKDQ UXDQJ ÀVNDO GDQ SLOLKDQ EHODQMD EHUDVDO GDUL DQDOLVLV VWDI %DQN 'XQLD Catatan: ‡  3HUNLUDDQ UHDOLVDVL GHÀVLW ÀVNDO SHQHULPDDQ GDQ SHQJHOXDUDQ SHPHULQWDK ‡ Untuk tahun 2014-19, penerimaan dan pengeluaran diproyeksikan dengan mengasumsikan kasus dasar (base case) skenario SHUWXPEXKDQ 3'% VHEHVDU  SHUVHQ SHU WDKXQ GDQ NRQGLVL ´XVDKD VHSHUWL ELDVDµ GHQJDQ DVXPVL WLGDN DGD UHIRUPDVL ÀVNDO \DQJ VLJQLÀNDQ GDQ WLGDN DGD NHMXWDQ VLJQLÀNDQ DWDX WHNDQDQ EHUNHODQMXWDQ WHUKDGDS SHQHULPDDQ DWDX SHQJHOXDUDQ ‡ Penerimaan agregat adalah jumlah penerimaan pemerintah pusat dan hibah di luar pendapatan asli daerah. Pengeluaran agregat DGDODK EHODQMD SHPHULQWDK SXVDW GLWDPEDK WUDQVIHU NH GDHUDK GDQ VDOGR ÀVNDO DGDODK GHÀVLW SHPHULQWDK SXVDW ‡ Belanja infrastruktur adalah jumlah perkiraan belanja modal dan berjalan untuk infrastruktur dari pemerintah pusat dan daerah. Belanja modal diperkirakan mencapai 85 persen dari jumlah belanja infrastruktur. ‡ Angka belanja bantuan sosial hanya untuk pemerintah pusat dan termasuk perkiraan biaya kesehatan SJSN mulai dari tahun 2014 dan selanjutnya. ‡ Angka belanja kesehatan adalah jumlah perkiraan belanja untuk kesehatan oleh pemerintah pusat dan daerah. 28 Bagian 1 Indonesia pada Dekade yang Lalu Bab I. Transformasi Ekonomi Indonesia Pasca-1997/98 Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 Indonesia: Menghindari Perangkap Bab I Bab I Transformasi Ekonomi Indonesia Pasca-1997/98 Indonesia menunjukkan kebangkitan ekonomi yang mengagumkan pasca-krisis keuangan Asia tahun 1997/98. Dalam waktu satu dekade lebih sedikit, Indonesia telah berkembang dari negara berpenghasilan rendah-menengah (middle-income country, MIC) yang menghadapi krisis politik, keuangan, dan ekonomi, menjadi sebuah negara anggota G-20 yang demokratis, stabil, dan percaya diri. Antara tahun 2001 dan 2012, jumlah PDB Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 580 miliar dolar AS ke 1,1 triliun dolar AS (ekonomi dunia terbesar nomor 15). Pada periode yang sama, PDB per kapita meningkat dari 2.737 dolar AS ke 4.272 dolar AS (semua dalam konstanta dolar AS tahun 2005, PPP). Pergeseran ini mencerminkan pemulihan pertumbuhan ekonomi secara bertahap pasca tahun 1998: setelah mengalami kontraksi sebesar 13 persen pada tahun 1998, PDB riil kembali tumbuh ke tingkat rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 4,7 persen pada periode tahun 2000-05, kemudian meningkat menjadi 5,7 persen pada periode tahun 2006-10 dan mencapai 6,0 persen pada periode tahun 2011-12, yang mencerminkan kuatnya ketahanan Indonesia terhadap penurunan ekonomi global pada tahun